Rabu, 05 Januari 2011

Penyerapan HET Pupuk Bersubsidi 2011 Tak Jelas

Ramli, anggota Komisi B DPRD Sumut menyesalkan sikap Asisten II Perekenomian Setdaprovsu yang terkesan tidak becus dan kurang peduli menuntaskan Rapat Dengar Pendapat (RDP) lanjutan terkait penyerapan dan penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi tahun 2011. Menurutnya, RDP lanjutan yang tidak terselenggara tanpa alasan jelas pada tanggal 29 Desember 2010 yang lalu mengindikasikan lemahnya kinerja jabatan. "Kita di DPRD menunggu RDP itu karena bermaksud membahas payung hukum Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) yang tak kunjung turun. Kalau bertemu dan membicarakan jalan keluar atas situasi itu sudah tak mau, berarti kinerja Ir. Djaili Aswar, MM selaku Asisten II Setdaprovsu pantas dievaluasi. Apalagi ini menyangkut peningkatan ekonomi kerakyatan," kata Ramli blak-blakan di Gedung DPRD Sumut.

Ramli juga mengaku mendengar informasi bahwa gagalnya RDP lanjutan disebabkan sikap Asisten II Setdaprovsu Ir Djaili Aswar, MM yang sengaja menghindari pertemuan. "Kita sangat kecewa, ada apa ini? Saya rasa jabatan Asisten II Setdaprovsu itu perlu dievaluasi," cetusnya.

Berdasarkan pantauan BERSAMA di lokasi rapat, didapati kenyataan bahwa distribusi pupuk bersubsidi tahun 2010 berjalan kurang maksimal sehingga banyak tersisa. Alasan yang mengemuka dilatar belakangi lambatnya payung hukum melalui Permentan ke Gubsu terkait realisasi teknis pelaksanaan. Akibatnya, selain pupuk yang dicadangkan berlebih, para petani di daerah juga ikut mengalami penurun produktivitas tanam.

Ramli mengatakan, berapa pun sisa pupuk yang belum terserap tahun 2010 sebaiknya tetap direalisasikan. Bila tidak, maka bukan mustahil alokasi pupuk bersubsidi tahun 2011 akan dikurangi pemerintah. Selain itu, Komisi B sangat iba mengetahui banyaknya pupuk sisa dan belum terserap di tahun 2010. Artinya, persoalan teknis menyangkut payung hukum Permentan sebaiknya jangan dijadikan alasan sehingga realisasi tahun 2011 kembali jadi masalah. Tentu ada jalan keluar yang bisa disepakati semua instansi terkait.

Ramli mengungkapkan, adalah satu keanehan bila sejak tahun sebelumnya bahkan untuk distribusi tahun 2011, operator Petrokimia tidak mengalami hambatan kendati Permentan belum turun. Namun sistem PT Pusri yang sangat sulit bergerak dikarenakan SK, dinilainya sebagai sesuatu yang bertolak belakang. Mengapa kedua operator distribusi pupuk bersubsidi milik negara itu berbeda manajemen kelola. Padahal pemerintah pusat meletakkan harapan besar karena penyerapan pupuk berkorealsi terhadap peningkatan produktivitas pertanian rakyat. Hal ini perlu menjadi perhatian ekstra serius dari instansi terkait, pemerintah kab/kota di Sumut dan Komisi Pengawas Pendistribusian Pupuk. Dia pun menduga kuat telah terjadi aksi 'main mata' oknum tertentu sehingga instansi terkait terkesan kurang melakukan kordinasi.

Wakil rakyat asal Dapem Nias Induk, Nias Utara, Nias Selatan, Nias Barat dan Gunungsitoli ini mengharapkan, lambatnya Permentan turun jangan dijadikan polemik dan alasan untuk kemudian mengedepankan sifat 'membambu'. Kalau namanya pohon bambu, maka akan tetap tegak lurus walau dipotong atau dilemparkan sekalipun. Kita ini manusia, pejabat, maka lahirkanlah kebijakan mendukung dan berpihak pada kepentingan masyarakat, lanjutnya.

Saat ini, data statistik mencatat bahwa jumlah masyarakat petani di Sumut mencapai 70%. Dengan populasi sebesar itu, Biro Perekonomian Setdaprovsu, kepala daerah di Kab/Kota se-Sumut harus sadar peran secara fungsional dan struktural untuk selanjutnya memposisikan kelembagaan sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat memajukan pertanian di daerah. Pola mekanisme manajemen yang berbeda bukan berarti membiarkan pertanian rakyat terpuruk. Pasti ada jalan keluar. Harus dievaluasi, agar ada kebijakan supaya ekonomi petani berkembang, lanjut Ramli.

Menyinggung realisasi HET pupuk bersubsidi tahun 2011, Ramli meminta pemda se-Sumut, Petrokimia, Pusri dan pengecer memantau ketepatan harga di lapangan. Disamping itu, agar bersikap lebih terbuka menunjuk pihak ketiga sebagai penyalur sehingga HET tidak dipermainkan kelompok tertentu, melalui penimbunan dan sebagainya. Hal ini menjadi penting, supaya tidak menyusahkan petani atau memunculkan kesan monopoli oknum tertentu.

Pada sisi lain, peningkatan ekonomi kerakyatan berhubungan erat dengan produktivitas pertanian yang sektornya digerakkan hampir 70% petani. Dalam artian, hasil pertanian petani bakalan tiarap manakala pupuk bersubsidi banyak tak terserap sementara harga di pasaran tidak tepat.

Dimuat di:
Harian Bersama
Selasa, 4 Januari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar