Senin, 13 Januari 2014

DPRDSU Desak Kejatisu Usut Anggaran Listrik Masuk Desa TA 2010-2012 Senilai Rp145 M

Medan, (Analisa)
Anggota DPRD Sumut Ramli mendesak Kejatisu segera mengusut  tuntas peng-gunaan anggaran Listrik Masuk Desa (Lindes) di Sumut sejak TA 2010-2012 yang nilai totalnya mencapai Rp145 miliar lebih, tapi hingga kini masih banyak desa-desa yang tersebar di sejumlah kabupaten/kota belum teraliri arus listrik, termasuk di daerah Kepulauan Nias yang masih ada sekitar 750 desa belum menikmati penerangan listrik.


“Kita mendesak aparat terkait, seperti Kejatisu maupun Poldasu untuk melakukan pengusutan anggaran listrik masuk desa di Sumut terhitung sejak TA 2010 – 2012 yang nilai totalnya mencapai Rp145 miliar, karena ditengarai ada dugaan penyelewengan, karena masih banyak desa yang mengalami gelap-gulita dan menggunakan lampu teplok sebagai alat penerangan di malam hari,” ujar Ramli kepada wartawan, Selasa (10/12) di DPRD Sumut seusai melakukan kegiatan Reses ke Kepulauan Nias.


Ramli yang juga anggota Komisi A DPRD Sumut itu bahkan mencontohkan di daerah Kepulauan Nias, sedikitnya 750 desa belum masuk listrik, sehingga ke-hidupan masyarakat di desa tersebut sangat memprihatinkan, karena sejak 68 tahun Indonesia Merdeka tidak bisa “mengecap” nikmatnya kemerdekaan, sebab masih banyak masyarakat menggunakan lampu teplok. 

Jikapun ada lampu listrik, tapi masih menggunakan PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) yang kerap mengalami kerusakan. 

“Dari pengaduan masyarakat kepada dewan, PLTS yang disediakan pemerintah kepada sejumlah desa sangat tidak memuaskan, bahkan kerap mengalami kerusakan, sehingga kondisinya saat ini tidak terpakai lagi alias mubazir. 

Besar harapan masyarakat, PT PLN segera mema-sang jaringan arus listrik ke 750 desa dimaksud, agar bisa terang-benderang,” tambah politisi Partai Demokrat Sumut itu.


Heran


Ramli juga mengungkapkan keheranannya, mengapa masih banyak desa di Sumut belum masuk arus listrik, padahal  informasi dari ”orang dalam” PT PLN  tentang dana program listrik masuk desa begitu besar dianggarkan setiap tahunnya.

Namun faktanya di lapangan, masih banyak desa-desa mengalami “gelap-gulita”, sehingga masyarakatnya sangat menderita, terutama anak-anak sekolah  terpaksa menggunakan lampu teplok ketika belajar pada malam hari. 


Dari data yang diperoleh Ramli menyebutkan, perincian anggaran listrik masuk desa untuk Sumut besarnya pada tahun 2010 dianggarkan di APBN mencapai Rp7 miliar lebih, pada tahun 2011 naik menjadi Rp98 miliar dan pada tahun 2012 terjadi penurunan, hanya sebesar Rp 40 miliar lebih. Jadi totalnya selama 3 tahun  mencapai Rp145 miliar.

“Kegunaan anggaran yang telah menghabiskan Rp145 miliar ini yang perlu diusut Kejatisu dan Poldasu. Kemana saja dana itu digunakan dan mengapa masih banyak desa-desa belum teraliri listrik. 

Disini kita ingin mengetahui, kemana saja anggaran itu diperuntukkan dan perusahaan apa saja yang mengerjakan proyek Lindes (listrik masuk desa ini)” ujar Ramli dengan tegas.


Diakhir keterangannya, Ramli  mendesak PT PLN untuk lebih serius dan secepatnya “menerangi” desa-desa di Sumut, termasuk 750 desa di Kepulauan Nias yang belum teraliri arus listrik  sesuai target Sumut “mantap listrik” pada 2014, guna menghindari aksi-aksi protes dari masya-rakat yang sudah lama merindukan daerahnya terang-benderang, tapi hingga kini belum terealisasi. (di)

Rabu, 12 Juni 2013

Parah! ‘Nyaris’ tak Ada Pembangunan di Nias

liputanBISNIS (MEDAN) -Anggota DPRD Sumut Dapil (daerah pemilihan) VII Kepulauan Nias Ramli mengaku sangat prihatin melihat masyarakat di 51 desa dari 70 desa yang ada di Pulau-pulau Batu Kabupaten Nisel (Nias Selatan) belum menikmati listrik dari PT PLN (Perusahaan Listrik Negara), sehingga masyarakat tiap malam tetap bertemankan “gelap –gulita”.
“Kondisi di desa-desa di Pulau-pulau Batu sangat menyedihkan, disamping mereka belum menikmati listrik, walaupun sudah 68 tahun Indonesia merdeka. Masyarakat juga hidup dibawah garis kemiskinan, terbukti mayoritas rumah-rumah penduduk terbuat dari dinding papan dan beratap rumbia/tepas,” ujar Ramli kepada wartawan, Selas (11/6) di DPRD Sumut seusai melakukan kegiatan Reses di Kepulauan Nias.

Selain itu, tegas anggota Komisi D ini, jaringan komunikasi juga sangat terbatas, karena tidak ada berdiri tower seluler serta jarak tempuh ke pulau yang berpenduduk lebih kurang 35 ribu jiwa itu sangat jauh dari Kota Teluk Dalam. “Jika kita menggunakan jalur laut (kapal speed boad), menghabiskan waktu selama 3 jam,” tandasnya.

‘Nyaris’ tidak ada pembangunan. Seperti di Desa Bais Lama dan Bais Baru dan sejumlah desa lainnya, baik sebelum dan sesudah bencana gempa/tsunami belum ada bantuan apapun dari pemerintah. Selain itu, pemerataan pembangunan di Pulau-pulau Batu juga tidak ada, sehingga daerah itu benar-benar terisolir.

Masyarakat sangat mengharapkan perhatian Pempropsu. Padahal, ungkapnya, potensi yang dimiliki Pulau-pulau Batu cukup besar, selain kayu hutan juga ikan dari perairan pulau itu sangat menjanjikan, tapi selama ini sudah ‘dirampas’ kapal-kapal nelayan asing dengan menggunakan bom ikan. Kemudian hasilnya dibawa keluar secara illegal alias tanpa ada retribusi ke Pemkab Nisel.

“Aksi pengeboman ikan ini sudah berlangsung selama 40 tahun, tapi tetap berjalan aman dan lancar, tanpa ada tindakan aparat penegak hukum, sehingga akibat pengeboman tersebut telah menghancurkan terumbu karang dan efeknya kehidupan nelayan mencari ikan jadi terancam. Bisa dibayangkan, hampir setiap satu jam sekali terjadi bom ikan yang diduga dilakukan nelayan yang memiliki modal besar,” ujarnya.

Menurut anggota dewan dari Partai Demokrat ini, dari data yang ada, sudah 86 persen terumbu karang hancur terkena bom dan ratusan ton ikan dibawa ke luar Nias. Dikhawatirkan, aksi mendapatkan ikan secara mudah terus berlangsung, karena belum ada tindakan berarti dari aparat Kepolisian setempat.

“Informasinya, petugas Kepolisian di sana minim sekali, hanya 11 personel, belum lagi ketidakcukupan bahan bakar mengejar pelaku pemboman,” lanjutnya.

Membahayakan lagi, lanjut Ramil, pengeboman ikan sudah berlangsung selama 40 tahun diduga dilakukan para nelayan atas suruhan pengusaha ikan dari luar Nias. Bahan peledaknya disinyalir dikirim dari luar, tapi dirakit di Nias.

“Jika dibiarkan, bukan mustahil terjadi perang saudara, karena masyarakat sudah berencana akan melakukan perlawana, jika aksi pemboman terus berlangsung,”ujarnya Berkaitan dengan itu, Ramli mendesak aparat Kepolisian di Nias dan Kapoldasu, termasuk tokoh adat, jajaran eksekutif, legislatif untuk bertindak cepat menghentikan aksi pemboman ikan, guna mencegah rusaknya citra Pulau Pulau Batu yang pernah dijuluki “Pulau Dolar “ di tahun 1980-90-an.[winsa/LB/ucup]

Senin, 10 Juni 2013

Pulau Batu di Nias Layak Jadi Kabupaten

OLYMPUS DIGITAL CAMERAWilayah Pulau Batu yang merupakan bagian dari pulau nias, berada di bagian paling barat Provinsi Sumatera Utara ini dinilai DPRD Sumut layak dimekarkan menjadi sebuah kabupaten untuk mempercepat pembangunan di wilayah tersebut.
Ramli, Anggota DPRD sumatera-utara  mengatakan bahwa pihaknya sering menerima keluhan dari berbagai elemen masyarakat di Pulau Batu berpendapat bahwa daerah tersebut memiliki perkembangan yang sangat lamban.
Hingga saat ini daerah pulau batu ini masih tergabung dalam wilayah administrasi Kabupaten Nias Selatan, sehingga keberadaan wilayah yang cukup luas di Pulau Batu tersebut kurang mengalami perkembangan yang signifikan.
Jika dimekarkan sebagai sebuah kabupaten, pihaknya berkeyakinan kendali pemerintahan akan semakin dekat sehingga rencana pembangunan diperkirakan akan lebih cepat terealisasi.
Menurut dia, jika dikaji secara menyeluruh, harapan pembentukan Kabupaten Pulau Batu itu layak direalisasikan dan dapat memberikan manfaat besar.
Jika dilihat dari sumber daya alam, Pulau Batu memiliki potensi besar di sektor perikanan dan keluatan karena berada di pinggiran samudra luas.
Jika berdiri sendiri sebagai kabupaten, Pulau Batu dapat mendatangkan investor untuk mengembangkan potensi perikanan dan kelautan yang relatif sangat besar, katanya, Minggu 2 Juni 2013.
Perekonomian di Pulau Batu juga dapat dikembangkan untuk industri kopra disebabkan banyaknya tanaman kelapa di berbagai lokasi di daerah itu.
Lain lagi dengan berbagai sumber daya alam lainnya, termasuk sejumlah potensi hasil bumi yang belum dieksplorasi dan dikelola sebagai sumber pendapatan asli daerah (PAD).
“Informasinya, di daerah itu kandungan biji besi,” kata politikus Partai Demokrat tersebut.
Pihaknya juga berkeyakinan jika Pulau Batu juga dapat berkembang kalau berbagai potensi wisata dan keindahan pinggiran pantainya dikelola dengan baik.
“Kalau mau jujur, keindahan alamnya tidak kalah dengan Bali,” kata Ramli.
Ia mengatakan bahwa pemekaran Pulau Batu sebagai kabupaten tersendiri juga memberikan manfaat dalam memaksimalkan penjaga pulau terluar.
Pemekaran itu sudah layak dilakukan untuk daerah yang cukup luas dengan keberadaan enam kecamatan dan penduduk sekitar 13.000 jiwa tersebut.
“Kami menilai Pulau Batu sudah layak dimekarkan menjadi kabupaten tersendiri untuk memudahkan pembangunan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat,” katanya. (ss/kp)

Senin, 03 Juni 2013

Pulau Telo di Nias - Sumatera Utara Harus Jadi Kabupaten

MEDAN, MANDIRI
Anggota DPRD Sumatera Utara Daerah Pemilihan (Dapil) Nias, Ramli mengaku prihatin dengan kondisi Pulau Telo yang sama sekali tidak tersentuh pembangunan.
Padahal, kata Politisi Partai Demokrat ini, Pulau Telo  yang terletak diantara gugusan di Kepulauan Batu Kabupaten Nias Selatan ini memiliki
potensi untuk menjadi wilayah yang maju apabila menjadi satu kabupaten.
"Kita menilai Pulau Telo sudah layak terpisah dari Nias Selatan, agar keberadaanya menjadi maju dan masyarakat yang hidup di wilayah tersebut juga tidak terisolir dan terbelakang," kata Ramli, di Medan, akhir pekan kemarin.
Dalam rangka kegiatan reses DPRD Sumut kedaerah pemilihannya itu, Ramli mengatakan salah satu wilayah yang akan dikunjunginya adalah Pulau Telo.
Dia mengatakan, Pulau Telo merupakan wilayah yang memiliki tempat wisata unggulan. Mulai dari wisata bahari dan wisata alam. Selain itu potensi alamnya juga cukup banyak yang sekaligus menjadi mata pencaharian masyarakat di Pulau Telo, yakni hasil laut dan kopra.
Namun, kata Ramli meskipun Pulau Telo merupakan kawasan laut, sangat disayangkan justru Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di wilayah tersebut tidak berfungsi. Selain itu, justru kapal-kapal asing juga banyak yang masuk untuk mencuri ikan di wilayah tersebut tanpa bisa terkontrol.
Menurut Ramli, Pulau Telo merupakan wilayah yang sangat minim sentuhan pemerintah meskipun memiliki potensi yang cukup besar.
Bahkan kata dia, para Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bertugas di wilayah itu juga nyaris tidak memiliki kinerja meskipun mereka tetap dibiayai oleh negara.
"Kita minta agar Pemprov Nias segera mengusulkan  wilayah ini agar dimekarkan, untuk mempercepat laju perekonomian di wilayah tersebut," kata Ramli yang juga anggota Komisi D DPRD Sumut.
Ramli mengatakan, pemekaran Pulau Telo menjadi satu kabupaten sudah layak sesuai peraturan UU pemekaran karena telah memiliki enam kecamatan.
"Jika dilihat dari potensinya, Pulau Telo merupakan pulau terluar yang pantas jadi skala prioritas perhatian pemerintah pusat," ujarnya.
Dia juga mengaku heran dengan kondisi masyarakat Pulau Telo yang masih sangat terbelakang. Padahal, kata Ramli di wilayah pulau tersebut juga ada perusahaan HPH (Hak Pengelolaan Hutan). "Sehingga kita mensinyalir kemungkinan perusahaan tersebut tidak mengucurkan CSR untuk masyarakat di wilayah itu," ujarnya.
Selain itu, dia juga meminta agar jalur penerbangan di Bandara Lasondre Pulau-Pulau Batu wilayah Kepulauan Telo yang saat ini terhenti kembali dibuka untuk menggeliatkan laju pembangunan di wilayah itu.
Aktifitas perekonomian dan pemerintahan masyarakat di laut lepas itu agar tidak terisolir  sangat bergantung pada transportasi udara. Apalagi cuaca terkadang cukup buruk jika mengandalkan transportasi laut," kata Ramli.(ysc)

Sabtu, 01 Juni 2013

APBD Sumut TA 2013 Anggarkan Rp522,131 Miliar Bayar DBH DPRDSU Ingatkan Kabupaten/Kota Jangan “Takut” Tagih DBH











>> may, medan

Anggota FP Demokrat DPRD Sumut Ramli mengigatkan Kabupaten/Kota se-Sumut untuk tidak ragu-ragu apalagi “takut” menagih kucuran dana DBH (Dana Bagi Hasil) dari berbagai sektor pajak ke Pempropsu, karena dana tersebut merupakan hak bagi daerah yang harus disalurkan setiap tahunnya guna peningkatan pembangunan masyarakat.
“Kita meminta seluruh Kabupaten/Kota di Sumut untuk tidak segan-segan menagih dana DBH ke Pempropsu, yakni pajak berupa penerimaan PKB (Pajak Kendaraan Bermotor), BBN-KB (Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor), PBB-KB (Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor), ABT (Air Bawah Tanah)/APU (Air Permukaan Umum) dan lainnya, karena itu hak daerah, wajib diterima daerah,” ujar Ramli kepada wartawan, Senin (27/5) di DPRD Sumut.
Berdasarkan data yang diperoleh Ramli di APBD Sumut TA 2013, sedikitnya Rp522,131 miliar lebih dana DBH dari penerimaan PKB, BBN-KB, PBB-KB, ABT/APU, PKAA (Pajak Kendaraan di Atas Air), BBN-KAA (Balik Nama Kendaraan di Atas Air) telah dianggarkan untuk disalurkan ke 33 Kabupaten/Kota dan bagi daerah yang belum menerimanya, diharapkan segera menagihnya ke Pempropsu.
Adapun perinciannya,  tegas Ramli, untuk belanja bagi hasil PKB yang nilai totalnya sebesar Rp162.465.976.209 untuk 33 kabupaten/Kota ini, paling besar mendapat “jatah”, yakni Pemko Medan sebesar Rp64.052.848.441, menyusul Kabupaten Deliserdang Rp25.208.497.729, kemudian Tapteng (Tapanuli Tengah)  Rp9,578 miliar lebih, Labuhanbatu Rp9,035 miliar lebih, Langkat Rp4,001 miliar lebih dan paling kecil Kota Sibolga hanya Rp758,967 juta.
Selain itu, tambah anggota Komisi D ini, dana DBH  dari pajak BBN-KB nilai keseluruhan untuk 33 Kabupaten/Kota sebesar Rp170.784.914.291 dan yang paling besar memperoleh “jatah”, Pemko Medan sebesar Rp69,600 miliar lebih, menyusul Deliserdang Rp25,312 miliar lebih, Tapteng Rp9,155 miliar lebih, Labuhanbatu Rp8,080 miliar lebih dan yang terkecil memperolehnya Kabupaten Pakpak Bharat hanya Rp800,618 juta dan Kota Gunungsitoli sebesar Rp999,393 juta.   
Begitu juga dana DBH dari sektor PBB-KB yang nilai keseluruhannya sebesar Rp181,720 miliar lebih, tambah anggota dewan Dapil Kepulauan Nias itu, tetap Pemko Medan yang memperoleh jatah terbesar, yakni Rp56,577 miliar lebih, menyusul Kabupaten Deliserdang  Rp37,651 miliar lebih, Tapteng Rp10,444 miliar lebih, Labuhanbatu Rp9,193 miliar lebih dan yang terendah Kabupaten Nias Barat Rp403 juta lebih, Pakpak Bharat Rp600 juta lebih, Nias Selatan Rp929 juta lebih. “Sedangkan untuk DBH dari pajak APU yang nilai keseluruhannya mencapai Rp7,150 miliar lebih, Kabupaten Toba Samosir memperoleh jatah paling besar, yakni Rp1 miliar lebih, menyusul  Kabupaten Deliserdang Rp867 juta lebih, Tapteng Rp839 juta lebih, Simalungun Rp556 juta lebih, Pemko Medan Rp539 juta lebih, Asahan Rp460 juta lebih dan kabupaten yang terkecil memperoleh jatah, yakni Pemko Sibolga Rp9 juta lebih,” ujar Ramli.
Berkaitan dengan itu, politisi vocal ini mengajak seluruh Kabupaten/Kota se-Sumut untuk tetap bersemangat menagih jatah DBH-nya ke Pempropsu, sebab diduga masih banyak daerah yang belum menerima kucuran dana tersebut sejak tahun 2010 hingga 2013, sehingga besar harapan lembaga legislatif untuk secepatnya mempertanyakan hal ini ke Pempropsu. ***

Senin, 18 Juni 2012

ANTARA Sumut : Portalnya Orang Sumut – Nias Utara Miliki Potensi gas

Medan, 18/6 (ANTARA) – 

Kabupaten Nias Utara, Provinsi Sumatera Utara memiliki potensi gas yang layak dieksplorasi untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dan kesejahteraan masyarakat setempat.

Usai rapat paripurna DPRD Sumut di Medan, Senin, Ketua Tim Reses VII DPRD Sumut Ramli mengatakan, potensi gas tersebut berada di Kecamatan Alasa Talu Muzoi, Nias Utara.

“Informasi itu disampaikan langsung Bupati Nias Utara Edward Zega,” katanya.

Ia mengatakan, keberadaan potensi gas tersebut diketahui ketika adanya penelitian dan survei dari Institut Teknologi Bandung (ITB) mengenai potensi tambang batubara di Nias Utara.

Namun, tim yang melakukan penelitian dan survei tersebut juga menemukan potensi gas bawah tanah yang cukup besar dan layak dieksplorasi.

Karena itu, pihaknya mengharapkan Pemprov Sumut dapat mengundang investor untuk meneliti lebih jauh tentang potensi tersebut guna dieksplorasi supaya dapat meningkatkan penghasilan daerah.

Penelitian lebih jauh itu penting agar eksplorasi yang mungkin dilakukan tidak memberikan dampak buruk bagi seluruh kabupaten/kota di Kepulauan Nias.

“Perlu dipertimbangkan kondisi alamnya karena Kepulauan Nias rawan gempa,” kata politisi Partai Demokrat itu.

Sekretaris Daerah Provinsi Sumut Nurdin Lubis yang dimintai tanggapannya mengenai potensi itu mengatakan, pihaknya akan memanggil petugas Dinas Pertambangan dan Energi Sumut untuk mengkaji keberadaan gas tersebut.

Pengkajian itu perlu dilakukan karena eksplorasi potensi berbagai potensi bumi tersebut tidak boleh dilakukan sembarangan tanpa tinjauan dari berbagai aspek.
“Pengkaijan sangat perlu, terutama dari aspek lingkungan. Kalau potensinya ada tetapi bisa membahayakan lingkungan, perlu dipikirkan lagi,” katanya.

Sabtu, 21 April 2012

Saatnya Warga Medan Ajukan Keberatan atas Kenaikan PBB yang 'Selangit' itu !

 

*Walikota & Fraksi-fraksi DPRD Medan Bahas Penolakan Warga Terhadap Perda PBB


MartabeSumut, Medan

Saatnya warga Kota Medan menampakkan keberanian sikap dan belajar dewasa mengajukan keberatan atas kenaikan tarif Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) Pajak Bumi Bangunan (PBB) tahun 2012 yang berkisar 100-300% alias tergolong 'selangit'. Sebab PBB juga masalah prinsip rakyat mengingat uang dari sektor pajak teramat rentan diselewengkan oknum-oknum pemerintah. Kalau beberapa minggu lalu rakyat Indonesia keberatan atas kenaikan bahan bakar minyak (BBM), maka adalah hal yang patut dicermati serius pula kenaikan tarif PBB di Medan.

Pemikiran tersebut dilontarkan anggota Komisi C DPRD Sumatera Utara (DPRDSU), Ramli, menanggapi pertemuan Walikota Medan Rahudman Harahap bersama fraksi-fraksi DPRD Medan pada Rabu (18/4) di salah satu hotel di Medan, yang membahas penolakan warga terkait Peraturan Daerah (Perda) PBB Medan No 3/2011. Dihubungi MartabeSumut di Jakarta melalui ponselnya, Jumat (20/4), politisi Partai Demokrat Sumut itu mengingatkan masyarakat Medan untuk belajar mengkritisi kebijakan pemerintah yang dirasakan memberatkan. "Memang kenaikannya tergolong selangit. Saya rasa DPRD Medan juga kecolongan atau tidak menduga fakta kenaikan tarif tersebut," duga Ramli. 

Oleh sebab itu, semenjak dini, Ramli menyarankan anggota DPRD Medan supaya segera merevisi Perda PBB Medan tanpa syarat apapun. Artinya, kata Ramli, maksud mulia pembangunan daerah dengan menggalang uang pajak rakyat dari sektor PBB jangan sampai melukai, memberatkan atau menargetkan pendapatan sepihak pemerintah tanpa melihat kondisi ril ekonomi masyarakat. "Pemko Medan boleh punya target pendapatan pajak. Tapi ingat, pajak tidak ada artinya bila rakyat yang menderita," sindir Ramli, sembari menghubungkan tarif kenaikan PBB dengan sikap penolakan pemerintah atas pembayaran pajak becak bermotor (bermotor) di Medan gara-gara terindikasi permainan korup oknum badan usaha dan oknum pemerintah.     

Warga Boleh Ajukan Keberatan

Dalam kesempatan terpisah, Ketua Fraksi PAN DPRD Medan H Ahmad Arif, SE, MM, membenarkan adanya pertemuan fraksi-fraksi DPRD Medan dengan Walikota untuk membahas kenaikan tarif PBB tahun 2012. Arif menyatakan, pihaknya di DPRD Medan telah menjadwalkan perubahan dan revisi Perda PBB tersebut bersama fraksi-fraksi di DPRD Medan dan jajaran pimpinan sejak Rabu (4/4) lalu. "Memang pertemuan dengan Walikota Medan kemarin membahas poin penting tentang Perda PBB. Salah satu hasil percakapan mempersilahkan warga Medan mengajukan keberatan bila merasa tidak mampu. Boleh dengan alasan ekonomi sulit atau surat miskin," kata Arif kepada MartabeSumut, Kamis siang (19/4), melalui ponselnya.

Ketua Partai Amanat Nasional (PAN) Kota Medan itu mengingatkan, apapun jenis suatu Perda, sepatutnya jangan sampai memberatkan masyarakat. Sebab Perda merupakan payung hukum teknis yang mengacu peraturan lebih tinggi. Bila faktanya Perda PBB Kota Medan yang ada saat ini memunculkan keluhan dari warga, timpal Arif lagi, maka pihaknya di DPRD Medan sepakat melakukan revisi. "Karena belakangani ini marak keberatan masyarakat, tentu saja menjadi pertimbangan Dewan. Ada kok klausul menjelaskan dalam konsiderans Perda," akunya. 

Menyinggung kondisi Perda yang sudah berlaku dan nyata-nyata meresahkan masyarakat Medan, Arif memastikannya sebagai poduk hukum yang harus berjalan sementara. Dalam artian, imbuhnya lagi, Perda yang sudah dikeluarkan sebaiknya dibiarkan berjalan dulu menunggu revisi DPRD Medan kurun waktu 4 bulan. "Yang pasti kita sudah putuskan Perda harus direvisi. Warga yang keberatan dipersilahkan menyampaikan ke Pemko Medan," terangnya.

DPRD Sumut Sesalkan Perda

Anggota Komisi C DPRDSU Oloan Simbolon, ST, lebih keras lagi. Secara blak-blakan dia mengaku kesal mengetahui realisasi Perda PBB Kota Medan No 3/2011 menyangkut SPPT PBB tahun 2012. Alasannya disebut Oloan karena tarif kenaikan PBB yang ditetapkan Pemko Medan sepihak dan sewenang-wenang tanpa perhitungan jelas. Kenaikan juga disebut dia tidak saja berada di kisaran angka 100 % melainkan mencapai 100-300%. Sebagai anggota DPRD Sumut dan secara pribadi, kata Oloan, dirinya sangat menyesalkan kebijakan Pemko Medan menaikkan tarif PBB yang membuat rakyat semakin susah. "Kenaikan itu bukan 100% seperti yang dikatakan Walikota Medan namun ada yang mencapai 300 %. Tak ada gunanya bicara pajak untuk pembangunan kalau akhirnya menyengsarakan rakyat dan menjadikannya objek penderita," ingat Oloan Simbolon kepada MartabeSumut, Sabtu siang (21/4) melalui ponselnya.

Jangan Buat Rayat Tidak Patuh 

Pada sisi lain, Oloan juga berkeyakinan, kenaikan tarif pajak PBB yang rata-rata menyentakkan perasaan warga Medan, itu bisa membuat masyarakat tidak patuh membayar pajak. Logikanya ditegaskan Oloan terkait kebijakan Pemko Medan yang didasari ambisi mengejar target pendapatan. "Malah fakta yang terjadi sekarang adalah sebaliknya. Rakyat sudah jenuh melihat maraknya perilaku oknum pemerintah menggerogoti uang dari sektor pajak. Umumnya semakin kesal tatkala disodori kebijakan tarif PBB yang selangit," cetus anggota Fraksi Gerindra Bulan Bintang Reformasi (GBBR).

Ketua Partai Persatuan Daerah (PPD) Sumut ini mengimbau, Pemko Medan dan DPRD Medan sebaiknya segera merevisi Perda PBB yang dikeluhkan masyarakat. "Harusnya DPRD Medan melihat kondisi warga Medan lebih rasional. Perda Kota Medan terkait PBB wajib direvisi atau kalau memungkinkan dibatalkan. Janganlah kita tambah lagi kesulitan ekonomi rakyat setelah pusing menghadapi rencana kenaikan BBM kemarin," tegasnya, sambil menyatakan sangat setuju bila warga Kota Medan beramai-ramai mendatangi Pemko Medan untuk menampakkan keberanian sikap mengajukan keberatan atas kenaikan tarif PBB.

Warga Medan Menjerit

Beberapa sumber MartabeSumut yang dikonfirmasi seperti Ardi Suwanto (55), warga Jalan SM Raja Medan, R br Sihombing (70), warga Jalan Pelajar Medan dan P Saragih (62), warga Jalan Turi Medan, secara terus terang mengungkapkan keluhan keras. Menurut Ardi Suwanto, tagihan SPPT PBB tahun 2011 hanya mencapai Rp. 125 ribu. Sedangkan tahun 2012 berjumlah Rp. 375 ribu. "Ada apa ini, sudahlah uang pajak kita sering dikorupsi, sekarang meledak pulak pembayaran," keluhnya dengan nada tinggi.

Hal senada dilontarkan R Sihombing. Menurut Sihombing, kalau tahun 2011 dirinya membayar PBB sebesar Rp. 296.808 ribu, kini membengkak di angka Rp. 654. 096. Sihombing menyatakan terkejut dengan pertambahan jumlah yang mencapai 150 % tersebut. Padahal, lanjut Sihombing, pengurusan SPPT PBB tahun 2012 sudah tidak lagi dilakukan Kanwil Dirjen Pajak melainkan ditangani langsung oleh Pemko Medan melalui Dinas Pendapatan Daerah. "Kok Pemko Medan yang menangani sendiri malah jadi melonjak pembayarannya. Bagaimana sih mereka menghitung PBB dan mau dikemanakan uang rakyat itu," sindirnya bertanya. 

Nurani Pemerintah Mati

Suara lebih lantang datang pula dari P Saragih. Bagi dia, apapun metode penghitungan pemerintah pusat (Ditjen/Kanwil Pajak) dan Pemko Medan untuk menaikkan pembayaran PBB warga tahun 2012, jelas-jelas menjadi bukti telah matinya hati nurani pemerintah terhadap kondisi sulit ekonomi rakyat. "Kita tidak tertarik lagi mendengar dalih pemerintah yang mengatakan uang pajak untuk pembangunan. Sudah terlalu banyak uang rakyat dari sektor pajak dikorupsi untuk memperkaya pribadi oknum pegawai pemerintah. Lagian, tak ada gunanya segudang dalih pembangunan kalau akhirnya rakyat yang dipaksa menjerit bayar pajak," ketus Saragih.

Sementara sebelumnya pada Selasa siang (3/4), MartabeSumut menyaksikan puluhan warga mendatangi kantor Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Medan untuk memprotes kenaikan SPPT PBB tahun 2012. Salah seorang ibu separo baya, yang kebetulan sedang menunggu istirahat makan siang pegawai Dispenda Medan, mengatakan, tahun 2011 PBB rumahnya hanya dikenai Rp. 800 ribu. Namun tahun 2012 mencapai Rp. 3 juta lebih. "Saya rasa ada keanehan dalam penghitungan sekarang yang naik hampir 300 %. Tidak memakai standard baku dan merugikan rakyat," sesalnya.

Walikota Gelar Pertemuan di Dispenda Medan

Masih berdasarkan pantauan di kantor Dispenda Medan, ternyata siang itu terlihat Walikota Medan Rahudman Harahap, Wakil Walikota Medan Dzulmi Eldin, Kadispenda Medan Syahrul Harahap, Camat dan Lurah se-Kota Medan. Saat MartabeSumut menemui Kadispenda Medan Syahrul Harahap, dia mengatakan kalau Walikota Medan dan jajaran sedang melakukan pertemuan koordinasi menyangkut pelimpahan pengurusan SPPT PBB dari Kanwil Pajak Direktorat Jenderal Pajak Medan kepada Pemko Medan. Menurut Syahrul, yang saat itu sudah dikerubungi wartawan, sejak 1 Januari 2012 SPPT PBB langsung ditangani Pemko Medan. Dijelaskannya, penetapan kenaikan PBB sebesar 100 % sudah tepat karena sesuai dengan UU No 28/2009, Peraturan Daerah (Perda) Medan No 3/2011 dan Peraturan Wali Kota (Perwal) Nomor 73 tahun 2011. Pertemuan disebutnya bertujuan memberi pemahaman kepada para pejabat Pemko Medan agar bisa mensosialisasikan terhadap warga. "PBB itu sudah pajak daerah makanya kita tangani. Tapi kalau kab/kota lain kita kurang tahu," akunya.

Menyahuti nilai nominal PBB tahun 2012 yang dikeluhkan warga karena jumlahnya tiba-tiba selangit dan mencapai 100-300 %, Syahrul menegaskan pihaknya hanya mengacu data dari Kanwil Pajak. Sampai sekarang, kata Syahrul, Pemko Medan belum pernah mengubah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sebab hanya menyesuaikan dengan data Kanwil Pajak serta dilandasi payung hukum pengatur teknis. "Tahun 2012 kita lakukan cek pendataan ke daerah-daerah agar PBB sesuai NJOP. Memang tidak merata, tapi setidaknya kita bisa melihat NJOP berdasarkan lokasi, kelas, luas tanah maupun luas bangunan. Lalu tahun 2013 kita sesuaikan lagi untuk mengecek data valid di lapangan. Pasti ada yang senang dan ada yang tidak senang," tepis Syahrul, sambil bergegas menuju ruang pertemuan. (BUDIMAN PARDEDE)

Jumat, 06 April 2012

Soal Harapan Square, Walikota Medan Paksakan Kehendak & Belum Pahami Rakyat

 
MartabeSumut, Medan

Anggota Komisi C DPRDSU, Ramli, memastikan, keributan warga dan pedagang kaki lima (PKL) dalam proses pembangunan Harapan Square di Jalan Samanhudi/Jalan H Misbah Medan mencerminkan kepemimpinan sosok Walikota Medan yang belum memahami perasaan rakyat sehingga suka memaksakan kehendak. Padahal, sikap tersebut justru semakin mempertontonkan perilaku kekeliruan atas keputusan yang telah dikeluarkan. "Kenapa harus malu mengakui kekeliruan. Kalo salah ya diakui dulu tapi perbaiki dong. Sebab, komentar yang saya dengar dalam RDP menunjukkan adanya pengabaian hak-hak warga sekitar. Walikota Medan terkesan memaksakan kehendak dan tidak memahami perasaan rakyat yang tinggal di sana. Bangaimana kalau dia atau keluarganya sendiri yang merasa terganggu," sindir Ramli kepada MartabeSumut di ruang kerjanya Fraksi Demokrat, usai mengikuti RDP membahas Harapan Square, Kamis siang (5/4).  

Walikota Medan Lupakan Warga Sekitar

Menurut Politisi Partai Demokrat Sumut ini, kebijakan Walikota Medan Rahudman Harahap menjalin kerjasama dengan KSU dan diikuti dengan pembangunan 25 stan Harapan Square, terindikasi kuat melupakan semangat berempati terhadap warga sekitar yang hidup di areal pembangunan. Artinya, imbuh Ramli, menjadi bukti kuat kalau Walikota Medan Rahudman Harahap dan jajaran sebenarnya belum memahami perasaan rakyat karena mengeluarkan kebijakan tanpa mengedepankan pendekatan semenjak dini. Pemko Medan pun dipastikan Ramli telah mengabaikan tahapan penting sosialisasi terhadap warga sekitar/PKL sehingga akhirnya memaksakan kehendak tatkala kebijakan yang dikeluarkan ditentang masyarakat. "Pemko Medan belum mengerti arti kebijakan berpola transparansi dan akuntabilitas publik. Apa memang sudah ditanya warga sekitar terkait izin gangguan/HO? Apa ada IMB KSU Harapan Square sebelum membangun di sana? Kalo memang warga sekitar keberatan, ya jangan ngotot dong. Saya di DPRDSU sepakat dengan DPRD Medan untuk merekomendasikan pembongkaran," imbaunya.

Jangan Benturkan Rakyat

Legislator asal Dapem Kepulauan Nias tersebut mengingatkan, janganlah ada keijakan yang dipaksakan pimpinan dengan cara-cara picik hingga tega membenturkan rakyat dengan rakyat. Kondisi rakyat yang sempat pusing atas rencana kenaikan harga BBM serta melonjaknya kenaikan Pajak Bumi Bangunan (PBB) di Medan, ditegaskan Ramli sebagai fakta yang harus disikapi bijak oleh walikota Medan. Bukan malah memaksakan kebijakan menyengsarakan rakyat berdalih penataan PKL dan kota, melainkan memberikan peluang kepada rakyat untuk mendapat hak-hak hidup secara normal. "Hormatilah kearifan lokal. Hargailah warga sekitar. Tak ada gunanya PBB atau pembangunan apapun bila akhinyarakyat yang dikorbankan. Kalau saat ini  warga keberatan atas pembangunan Harapan Square, jangan paksakan. Apalagi bangunan itu tanpa IMB," heran Ramli dengan nada tinggi. (MS/BUD)

Rabu, 07 September 2011

SKPD Harus Bersinergi Prioritaskan Program dari Cost APBD

Ramli, anggota Komisi B DPRDSU keheranan. Penyebabnya dilatarbelakangi hasil kunjungan kerja (Kunker) ke Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) akhir Juli 2011 lalu dan disusul ke Jawa Barat (Jabar) pada Agustus 2011. Waktu berkunjung ke sana, kata Ramli, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Sulsel dan Jabar membeberkan pencapaian 6 produk unggulan ketahanan pangan berbasis dana APBD. "Saya bingung dan terkejut mengetahui fakta tersebut. Tahun 2010 Dinas Pertanian Sulsel cuma memiliki dana Rp. 31 Miliar. Namun komitmen serta sinergi instansi terkait di sana berbuah surplus beras sebesar 2 juta Ton," singkap Ramli kepada BERSAMA, Jumat siang (4/8), di ruang Komisi B DPRDSU.

Bila dibandingkan dengan Dinas Pertanian Sumut yang mendapat alokasi dana APBD sekira Rp. 101 Miliar, lanjut Ramli, seharusnya tidak ada persoalan lagi diseputar kebutuhan beras di Sumut. "Divestasi pertanian kita bagaimana sejauh ini, infrastrukturnya sudah sejauh apa dan bagaimana pula kepedulian mengelola sawah beririgasi berikut penyediaan pupuk. Coba tanya Dinas Pertanian apa beras kita surplus atau tidak. Tapi yang saya tahu, Bulog Wilayah Sumut masih mengimpor beras dari luar negeri," herannya.

Politisi Partai Demokrat Sumut ini melanjutkan, ketahanan pangan lain yang mengejutkan di Sulsel terlihat dari komoditas jagung mencapai 1,4 juta Ton, rumput laut 1,5 juta Ton (dikirim ke Sumut), kakao 198 ribu Ton, udang 23 ribu Ton dan ternak sapi mencapai 900 ribu ekor. Artinya, lanjut dia, produk unggulan ketahanan pangan Sulsel itu hanya bisa tercapai disebabkan komitmen tinggi pemerintah provinsi, SKPD, pemerintah kab/kota dan badan teknis lainnya mewujudkan program kepentingan pokok masyarakat. "Kita wajib bercermin dari Sulsel. SKPD Provinsi Sumut haruslah memiliki komitmen tinggi dan bersinergi kepada kebutuhan daerah kab/kota dalam memprioritaskan program yang bersumber dari cost APBD," ingatnya.  

Jabar Pemasok Beras untuk 18 Provinsi

Untuk kategori ketahanan pangan di Jabar Ramli juga tidak berhasil menyembunyikan keterkejutan. Daerah berpenduduk 43 juta jiwa dengan APBD sekira Rp.7 Triliun itu dikatakannnya surplus beras sehingga mampu memasok beras untuk 18 provinsi di Indonesia. "Lebih ngeri lagi di sana. Hasil panen padinya bisa mendistribusikan beras lokal terhadap 18 provinsi. Padahal petani mereka hanya menggarap lahan paling banyak 5 rante/keluarga," ucapnya. Seraya membandingkan jumlah penduduk Sumut sekira 13 juta dengan APBD berkisar Rp.4 Triliun, Ramli berkeyakinan, apaian surplus beras daerah Jabar hanya dapat terwujud semata-mata disebabkan keseriusan pemerintah Jabar membangun pola ketahanan pangan melalui sinergitas program peningkatan dengan SKPD terkait. Ketahanan pangan lain di Jabar yang berjalan bagus disebutnya terlihat dari sektor perkebunan, sayur mayur, buah-buahan dan perikanan.

SKPD Jalan Sendiri

Legislator asal Dapil Kabupaten Nias Induk, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Barat dan Kota Gunung Sitoli itu memastikan, hingga kini SKPD Provsu dan pemimpin di daerah terkesan berjalan sendiri-sendiri. Melakukan pertemuan-pertemuan formal namun sebatas koordinasi yang kurang menjawab essensi permasalahan. "Saya mau mengatakan, sejauh mana Pemprovsu menguatkan sinergi kerja semua satuan ketahanan pangan, khususnya di kab/kota," imbau Ramli.

Peduli & Serius

Ramli mengingatkan, kinerja SKPD yang baik hanya dapat dicapai bila Pemprovsu melakukan pengawasan dengan terjun ke lapangan. Kalau tidak, terang Ramli berkeyakinan, lembaga SKPD cuma sebatas badan yang menjalankan rutinitas formal dengan target usang menghabiskan anggaran tanpa pencapaian sasaran. Pada sisi lain, dia juga memastikan sudah saatnya pimpinan SKPD lebih jeli menyusun program jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Pemprovsu dan pimpinan SKPD dimintanya agar semakin gigih menerjemahkan program pemerintah pusat yang bertekad mewujudkan percepatan pembangunan taraf kehidupan masyarakat. "Plt Gubsu Gatot Pujo Nugroho, ST, perlu lebih peka mengawasi kinerja maupun sinergitas SKPD khususnya yang menyangkut ketahanan pangan di Sumut," ingat Ramli.

Surplus

Sementara itu, Kabid PLH Dinas Pertanian Sumut Ir Adam B Nasution, MM, membantah bila Sumut dikatakan tidak surplus beras. Menurut dia, saat ini Sumut telah surplus beras mencapai 400 ribu Ton dengan target per Desember 2011 sekira 3,6 juta Ton. "Yang import beras itu siapa, kan Bulog," tepis Adam kepada BERSAMA, Jumat sore (4/8), melalui saluran telepon. Kendati Adam menyebut saat ini sudah dicapai 2,3 juta Ton, namun target di angka 3,6 juta Ton tetap saja diakuinya belum bisa membuat Sumut berpredikat surplus beras. Menyinggung anggaran APBD Dinas Pertanian Sulsel yang 3 kali lipat lebih kecil dibanding Dinas Pertanian Sumut tapi surplus 2 juta ton,  Adam juga punya jawaban pamungkas. Bagi dia, Sulsel itu sudah melalui proses panjang pertanian yang dibangun jauh-jauh hari. Sementara lahan irigasi di Sulsel dikatakannya lebih luas dibanding Sumut. "Saya gak hapal betul data lahan irigasi Sumut, yang pasti indeks pertanaman di Sulsel cukup tinggi," ucap Adam.

Bagaimana sinergi Dinas Pertanian dengan intansi terkait mewujudkan ketahanan pangan Sumut ? Adam mengakuinya berjalan baik dan dikoordinasikan secara terjadwal. "Sudah kita laksanakan berkala. Makanya dalam pra-Musrenbang kita bicarakan dengan SKPD lain," tegasnya. Dia pun mencontohkan pola sinergitas Dinas Pertanian dengan Dinas Peternakan berbentuk pengadaan pupuk organik untuk perbaikan struktur tanah pertanian.

Menjawab jumlah anggaran Dinas Pertanian Sumut semester I dan program apa yang sudah dikerjakan, lagi-lagi Adam berkelit dengan mengatakan bukan seperti makan cabe. “Karena program kita ada yang langsung, tak langsung, pengadaan dan pembinaan. Yang sudah kita laksanakan pun tak bisa dipilah-pilah. Namun pupuk dibantu, irigasi desa dan tingkat usaha tani diperbaiki dan sedang berlangsung sampai sekarang. Dananya belum cair pak. Proses tender, pengadaan peralatan ataupun pemberdayaan petani masih berjalan," tutupnya. (BUD)

Dimuat di:
Harian BERSAMA
07 September 2011

Ramli Gandeng 8 SKPD Provsu Kunjungi 5 Kab/Kota di Nias


Keterangan foto: RAPAT TERBATAS. Anggota Komisi B DPRD SU, Ramli (kiri depan memimpin pertemuan) dan Asisten II Perekonomian Setdaprovsu Ir. Djaili Aswar, MM (kanan depan) melakukan rapat terbatas terkait pembahasan program percepatan ekonomi kerakyatan di 5 kab/kota Kepulauan Nias di kantor Gubsu.

Minimnya sinergitas antara Satuan Kerja perangkat Daerah (SKPD) pemerintah provinsi (Pemprovsu) dengan kepala daerah/SKPD di Kab/Kota se-Sumut selama ini mengakibatkan berbagai program pembangunan berjalan di tempat, asal jadi bahkan terindikasi kurang tepat sasaran. Ironisnya, pelaksanaan Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) Provinsi setiap tahun dan disusul alokasi bantuan dana APBD ke daerah-daerah kerap terperangkap target sebatas rutinitas tuntas di atas kertas alias formalitas. Akibatnya, perekonomian rakyat tidak kunjung meningkat sedangkan berbagai fasilitas pembangunan marak terbengkalai.

Adalah Ramli, salah seorang anggota Komisi B DPRDSU yang iba dan melontarkan realita di atas. Sebagai wakil rakyat yang sebagian Tupoksinya mengurusi sektor perekonomian semisal pertanian, peternakan, perikanan/kelautan, UKM/Koperasi, perindustrian/perdagangan, Badan Koordinasi Penyuluhan (Bakorlu) dan perkebunan, dia pun memberanikan diri berinisiatif dan 'menggelitik' kekakuan sistem yang berlaku dalam kurun waktu panjang. Diantaranya; menyusun grand design global terpadu, pemetaan sampel masalah di Kepulauan Nias, koordinasi ke pimpinan DPRDSU, berkomunikasi formal dengan Biro Perekonomian Pemprovsu hingga mengkondisikan rapat terbatas bersama Asisten II Bidang Perekonomian Setdaprovsu Ir Djaili Aswar, MM, bersama 7 pimpinan SKPD Provsu pada Rabu pagi (10/8) di Kantor Gubsu.

Kegelisahan dan niat baik Ramli membuahkan hasil. Berdasarkan pertemuan yang digagasnya jauh-jauh hari itu, legislator Partai Demokrat Sumut tersebut menyampaikan langsung berbagai pemikiran untuk memicu program percepatan peningkatan ekonomi kerakyatan di penjuru kab/kota se-Sumut, secara khusus daerah asal pemilihannya Kabupaten Nias Induk, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Barat dan Kota Gunung Sitoli. Beberapa tahapan penting akhirnya disepakati termasuk melakukan Musyawarah Rencana Pembangunan Khusus (Musrenbangsus) serta kunjungan kerja (Kunker) ke Kepulauan Nias 13 September 2011 mendatang. 

Kepada Jurnalis BERSAMA Budiman Pardede, Kamis siang (18/8) di ruang Komisi B, Ramli mengatakan, kendati Pulau Nias sempat porak poranda dan mulai 'terkenal' akibat bencana alam Tsunami Desember 2004, disusul gempa berskala 8,6 SR pada 28 Maret tahun 2005, toh Nias sebagai wilayah terpandang di Provinsi Sumut pantas diberi perhatian khusus oleh pemerintah melalui program perbaikan ekonomi kerakyatan. Alasannya, kata Ramli, selain sumber daya alam berlimpah yang dimiliki, Nias juga pernah mendapat predikat sebagai daerah swasembada beras pada tahun 80-an. "Rapat terbatas kemarin saya fokuskan membicarakan percepatan ekonomi kerakyatan berbasis perbaikan kinerja, sinergitas, tepat sasaran dan pemberdayaan masyarakat Kepulauan Nias," singkapnya.

Belum Membaik

Dengan semakin meningkatnya APBD 5 kab/kota Nias saat ini, lanjut Ramli, harus diakui telah banyak kemajuan pembangunan di berbagai bidang. Akan tetapi, ujar dia lagi, yang namanya sektor pembangunan ekonomi kerakyatan justru belum kunjung membaik walaupun Badan Rehabilitasi Rekonstruksi (BRR) Nias sudah selesai bekerja pascabencana. "Kondisi perekonomian rakyat Nias belum membaik," akunya. Ramli mengatakan, belum pulihnya perekonomian masyarakat Nias dapat dibuktikan dari rendahnya taraf hidup petani, kondisi lahan pertanian, peternakan tidak menentu, pola manual nelayan, minim usaha mandiri/koperasi, kedangkalan pengetahuan tata cara berkebun hingga sistem perdagangan sumber daya alam yang belum menguntungkan masyarakat. Hingga kini rakyat Nias disebutnya masih sekadar mempertahankan hidup demi kepentingan jangka pendek. "Nias butuh peran serius pemerintah mendorong peningkatan penghasilan kedepan supaya mereka tidak lagi berfikir mendapatkan hasil sebatas hari ini atau esok. Berdasarkan fakta tersebut, saya berkeyakinan, pola pembangunan perekonomian daerah di kab/kota lain se-Sumut juga tidak jauh berbeda dari Nias karena cenderung asal jadi, kurang tepat guna dan langka menyentuh sasaran," cetusnya.

Bottom-Up

Dibeberkan Ramli, lahirnya hipotesa terhadap program pembangunan yang tidak tepat guna dan langka menyentuh sasaran sebenarnya sudah tampak saat rutinitas seremonial Musrenbang Provsu dilaksanakan tiap tahun. Artinya, kata dia, forum Musrenbang seyogyanya dapat menjadi momentum strategis menjawab persoalan-persoalan kesejahteraan di daerah. Akan tetapi maksud mulia tersebut belum kunjung terwujud dikarenakan Musrenbang tidak memulai langkah awal dari kab/kota (bottom) yang diikuti masukan program daerah untuk diikat MoU (perjanjian) ke ke tingkat Pemprovsu (Up). "Saya ingin mengajak Pemprovsu berfikir 'bottom-up' (aspirasi daerah ditarik ke provinsi-Red). Proyek pembangunan bisa bermakna tepat guna dan menyentuh sasaran bila bersinergi dengan lembaga pengambil kebijakan daerah," simpul Ramli.

Sejauh ini Kondisi tersebut ditegaskan Ramli sangat lemah dan wajib diperhatikan Pemerintah Provinsi maupun kab/kota bila ingin mempercepat perbaikan ekonomi kerakyatan di seluruh daerah. Tanpa dilandasi pemahaman awal itu, katanya, sebanyak apapun dana APBD atau bantuan pusat digelontorkan niscaya sulit menjawab akar persoalan ekonomi kerakyatan. Ramli mencontohkan, proyek pembangunan irigasi pertanian yang kerap dianggarkan pemerintah hasilnya dominan tidak berfungsi di lapangan. Kemudian ada juga tempat penampungan ikan (TPI) di Telo Nias dan Kota Gunung Sitoli yang berujung kesia-siaan belaka disebabkan kurang adanya peran serta instansi teknis terkait. Padahal, dari sektor perikanan kelautan, bukan sedikit lagi jumlah ikan-ikan asal perairan Nias yang justru diambil penangkap ikan dari luar Nias. Akhirnya TPI hanya menjadi gedung usang tanpa makna sementara nelayan Nias 'dipaksa' puas menyaksikan eksploitasi sumber daya alamnya. Fakta serupa lain dibeberkan Ramli terjadi pada balai pembibitan ikan yang bersumber dari APBD Sumut ke Nias. "Belum berfungsi sehingga ikan-ikan selalu mati dan kondisi balai terlantar sampai sekarang. Masalah-masalah seperti itulah yang harus dijawab pemerintah. Input dana ke daerah dalam bentuk proyek atau apapun hanya bersifat mubazir tanpa output (kemajuan ekonomi) tepat sasaran bila daerah tidak diberi kesempatan menyampaikan program kekinian yang dibutuhkan," ingatnya.

Harapkan Kehadiran 8 Pimpinan SKPD Provsu ke Nias

Oleh sebab itu, semenjak dini, Ramli mengucapkan terimakasih kepada Ketua DPRDSU H Saleh Bangun dan pihak Pemprovsu yang telah memulai langkah sinergitas koordinatif melakukan pertemuan terbatas. Selanjutnya dia 'memaksa' 7 pimpinan SKPD Provsu untuk datang langsung mengikuti Musrenbangsus yang dilanjutkan dengan Kunker ke 5 kab/kota Kepulauan Nias. Ramli percaya, melalui Kunker dan forum Musrenbangsus yang melibatkan 5 kepala daerah maupun pimpinan SKPD terkait di Kepulauan Nias, pimpinan SKPD Provsu bisa melihat, mendengar dan menampung aspirasi program pembangunan jangka pendek yang dibutuhkan masyarakat Nias. Sehingga kedepannya target yang diharapkan menyangkut alokasi dana APBD Sumut 2012 dapat lebih prioritas menggalakkan sektor perekonomian pembangunan Nias yang selama ini terkesan minor. Ramli pun mengimbau kepala daerah 5 kab/kota dan pimpinan SKPD di Kepulauan Nias untuk ambil peduli dengan persiapan program kerja masing-masing. "Pertumbuhan ekonomi kerakyatan yang rendah bakal diupayakan membaik melalui sinergitas sistem kerja semua stake holder. Dulu Nias swasembada beras tapi sekarang kok mengimpor 1.600 Ton/bulan. Demi mewujudkan ketahanan pangan nasional, berbagai ketimpangan tersebut harus segera dijawab. Makanya 7 petinggi SKPD Provsu dan kepala daerah/pimpinan SKPD di 5 kab/kota Nias harus melihat langsung tanpa diwakilkan. Inilah saatnya menggegas sinergitas, saya sudah sampaikan dalam forum rapat terbatas," aku Ramli. 

Pertengahan September

Dalam kesempatan terpisah, Kabiro Perekonomian Setdaprovsu H Bangun Oloan Harahap, S.Sos membenarkan rencana kunjungan kerja 7 SKPD ke Kepulauan Nias. "Benar mau ke Nias pertengahan bulan September 2011," kata Oloan kepada Jurnalis BERSAMA Budiman Pardede, Kamis sore (18/8). Dihubungi via ponselnya, Oloan memastikan, Pemprovsu menanggapi baik rencana perbaikan ekonomi kerakyatan masyarakat di 5 kab/kota Nias melalui perbaikan program kerja dan kunjungan yang melibatkan  pimpinan SKPD secara terpadu, Kepala Dinas terkait serta Kepala Badan di jajaran Provsu. (Budiman Pardede)

Dimuat di:
Harian BERSAMA
Rabu, 07 September 2011

Kamis, 18 Agustus 2011

DPRDSU Kecewa terhadap Kinerja Kadiskop UKM Provsu

Ramli: Kegiatan Diskop Lebih Banyak Copy Paste
 
Medan, (Analisa). 
Anggota Komisi B DPRDSU mengaku kecewa terhadap kinerja Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kadiskop UKM) Provsu, Joni Pasaribu. Sebab, sebagai pimpinan di Diskop UKM Provsu, dirinya lebih mengedepan kebijakan atau program kegiatan rutinitas atau proyek semata, daripada melakukan pembinaan dan pemberian modal bagi pelaku UKM di Sumut.
"Terus terang kita sangat kecewa dengan kondisi kebijakan pimpinan Diskop dan UKM Sumut saat ini, yang kinerjanya lebih menghabiskan anggaran semata. Sebab dalam menjalankan program kegiatannya, semasekali tidak ada out put (pemasukan) atau manfaat yang dirasakan bagi masyarakat khususnya pelaku UKM,"tegas Anggota Komisi B DPRDSU, Ramli disela-sela rapat kerja Komisi B DPRDSU dengan Diskop UKM Provsu di gedung dewan, Senin (16/8).

Rapat dipimpin Wakil Ketua dan Sekretaris Komisi B DPRDSU, G Manurung dan Syahrial Harahap, dam sejumlah Anggota diantaranya Ramli, T Silalahi, Andi Arba, Tiaisyah Ritonga, dan Layari Sinukaban. Sedangkan dari Diskop UKM Provsu, hadir Kepala Dinas Joni Pasaribu dan Sekretaris Diskop UKM Provsu Herwin Hidayah Hasibuan, dan sejumlah kabag.

Pada pertemuan itu, Ramli juga menyoroti banyaknya kegiatan dan program kerja Diskop UKM yang tumpang tindih dengan SKPD lain. Salahsatunya, program pemberian bantuan alat pertanian dan perkebunan yang seharusnya tidak perlu dilakukan oleh Diskop UKM Provsu.

"Kita heran mengapa Diskop dan UKM memprogramkan pemberian bantuan alat pertanian dan perkebunan. Seharusnya Diskop tidak perlu memberikan bantuan alat tersebut, namun alangkah lebihbaiaknya jika dilakukan program pemberian modal dan pembinaan bagi para pelaku UKM,"ujarnya.

Grand Desain

Ramli yang merupakan Politisi Partai Demokrat ini menilai, kondisi program dan kegiatan Diskop UKM Provsu saat ini lebih bernuansa pada kegiatan proyek semata, daripada mengedepankan program pembinaan dan pemberian modal bagi pelaku usaha."Jika ini terus terjadi, maka mau dibawa kemana Sumatera Utara ini. Dimana SKPD-nya lebih mengedepakan kegiatan menghabiskan anggaran yang tidak bermanfaat bagi masyarakat," katanya.

Untuk itu, Ramli mempertanyakan peran Diskop UKM Provsu dalam melakjukan pembinaan dan pemberian modal bagi pelaku UKM di Sumut. Bahkan, Ramli juga menyoroti dugaan adanya 'permainan' dalam pemberian modal pinjaman bagi pelaku UKM atau koperasi di Sumut.

Sementara itu, Anggota Komisi B DPRDSU dari Fraksi PKS Andi Arba menegaskan, Joni Pasaribu tidak memiliki Grand Desain dalam memimpin Diskop UKM Provsu.Sebab, Andi menilai, program kegiatan Diskop UKM masih sekadar rutinitas dan samasekali tidak menyentuh bagi kepentingan pelaku UKM.

"Seharusnya Diskop UKM Provsu meniru program kegiatan Diskop UKM di Solo, yang lebih peduli melakukan pembinaan terhadap pelaku UKM. Untuk itu, Kadiskop UKM Provsu harus memiliki komitmen menata dan membina pelaku UKM di Sumut,"tegasnya.

Sementara Tohonan Silalhi pada pertemuan itu, mempertanyakan penyaluran bantuan alat-alat pertanian yang disalurkan Diskop UKM provsu."Kita ingin tahu, kemana saja Diskop UKM menyalurkan bantuan alat pertanian ini. jangan data saja yang kami terima, kami juga ingin tahu bantuan tersebut disalurkan kemana, atau jangan-jangan bantuan alat tersebut diterima oleh kepala dinas sendiri,"katanya.

Menanggapi pernyataan dewan tersebut, Joni Pasaribu pada kesempatan itu menyatakan, pihaknya dalam menjalankan program atau kegiatan di Diskop UKM, didasari komitmen Gubsu."Yakni visi dan misi Gubsu, yang satu diantaranya rakyat punya masa depan. Untuk itu, kami berusaha menjalankan semua kegiatan Diskop ini agar masyarakat punya masa depan nantinya,"ujarnya. (di)

Kadiskop UKM Sumut tak berfungsi?

Kinerja Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kadiskop UKM) Provinsi Sumatera Utara, Joni Pasaribu menjadi sorotan Komisi B DPRD Sumut. Hal ini karena, sebagai pimpinan di Diskop UKM Pemprov Sumut, Joni lebih mengedepan kebijakan atau program kegiatan rutinitas atau proyek semata, daripada melakukan pembinaan dan pemberian modal bagi pelaku UKM di Sumut.

Anggota Komisi B DPRD Sumut, Ramli menyatakan, dirinya sangat kecewa dengan kebijakan serta kinerja Kadiskop dan UKM Sumut saat ini, karena hanya menghabis-habiskan anggaran semata.

“Terus terang kita sangat kecewa. Sebab dalam menjalankan program kegiatannya, sema sekali tidak ada out put dan manfaat yang dirasakan bagi masyarakat, khususnya pelaku UKM,” ujar Ramli.

Ramli juga menyoroti banyaknya kegiatan dan program kerja Diskop UKM yang tumpang tindih dengan SKPD lain. Salah satunya, program pemberian bantuan alat pertanian dan perkebunan yang seharusnya tidak perlu dilakukan oleh Diskop UKM Pemprov Sumut.

“Kita heran mengapa Diskop dan UKM memprogramkan pemberian bantuan alat pertanian dan perkebunan. Seharusnya Diskop tidak perlu memberikan bantuan alat tersebut, namun alangkah lebih baiaknya jika dilakukan program pemberian modal dan pembinaan bagi para pelaku UKM,” sebutnya.

Politisi Partai Demokrat ini menilai, kondisi program dan kegiatan Diskop UKM Pemprov Sumut saat ini lebih bernuansa pada kegiatan proyek semata, daripada mengedepankan program pembinaan dan pemberian modal bagi pelaku usaha. ”Jika ini terus terjadi, mau dibawa kemana Sumatera Utara ini. Dimana SKPD-nya lebih mengedepakan kegiatan menghabiskan anggaran yang tidak bermanfaat bagi masyarakat,” ketusnya.

Untuk itu, Ramli mempertanyakan peran Diskop UKM Pemprov Sumut dalam melakukan pembinaan dan pemberian modal bagi pelaku UKM di Sumut. Bahkan, Ramli juga menyoroti dugaan adanya permainan dalam pemberian modal pinjaman bagi pelaku UKM atau koperasi di Sumut.

Sementara anggota Komisi B lainnya, Andi Arba mengatakan, Joni Pasaribu tidak memiliki grand design memimpin Diskop UKM Pemprov Sumut. Sebab, menurut Andi, program kegiatan Diskop UKM masih sekadar rutinitas dan sama sekali tidak menyentuh bagi kepentingan pelaku UKM.

“Seharusnya Diskop UKM Pemprov Sumut meniru program kegiatan Diskop UKM di Solo, yang lebih peduli melakukan pembinaan terhadap pelaku UKM. Untuk itu, Kadiskop UKM Pemprov Sumut harus memiliki komitmen menata dan membina pelaku UKM di Sumut,” tegasnya.

Sedangkan anggota Komisi B lainnya, Tohonan Silalahi, mempertanyakan realisasi penyaluran bantuan alat-alat pertanian yang disalurkan oleh Diskop UKM Pemprov Sumut. ”Kita ingin tahu, kemana saja Diskop UKM menyalurkan bantuan alat pertanian ini. jangan data saja yang kami terima, kami juga ingin tahu bantuan tersebut disalurkan kemana, atau jangan-jangan bantuan alat tersebut diterima oleh kepala dinas sendiri,” tandanya.

Editor: PRAWIRA SETIABUDI
(dat06/wol)

Kamis, 04 Agustus 2011

Belanja Pegawai 12 Daerah di Atas 50 Persen APBD

Laporan Wartawan Tribun Medan/afr

TRIBUN-MEDAN.com,  MEDAN - Sebanyak 12 kabupaten kota di Sumatera Utara mengalokasikan belanja pegawainya, di atas 57 persen dari APBD.

Posisi teratas ditempati, Kabupaten Simalungun dengan persentase mencapai 72 persen pada APBD 2011 ini. Sementara belanja modal justru, berbanding terbalik dan besarannya jauh lebih kecil, di bawah 20 persen.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumut dari Fraksi PPRN  Oloan Simbolon mengatakan setalah melihat anggaran, tidak harus dari segi besar kecilnya antara belanja tidak langsung dengan belanja langsung. "Belanja tidak langsung di kabupaten/kota termasuk juga bantuan sosial. Ini juga menyentuh kebutuhan masyarakat," katanya di kantor DPRD Sumut Jalan Imam Bonjol Medan, Selasa (2/8).

Ia juga mengatakan, perbedaan jumlah alokasi anggaran tersebut sudah berlangsung lama. Meski demikian, Oloan mengatakan, saat ini belanja untuk pegawai di daerah kabupaten kota paling banyak 30 persen. "Bukan menyalahkan analisa Fitra, namun perlu dinilai secara keseluruhan," ujarnya. Meski demikian, jika hal itu memang menjadi kenyataan harus benar-benar diperhatikan ke depannya. Alokasi tersebut agar tidak menjadi beban di kemudian hari.

Anggota DPRD Sumut dari Fraksi Demokrat, Ramli mengatakan benar adanya jumlah pegawai negeri sipil sudah sangat bengkak. Tidak dipungkiri justru menjadi beban bagi anggaran. Berdasarkan data Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), di Sumatera Utara dari 29 kabupaten kota yang dibedah APBD 2011, tercatat sebanyak 12 daerah yang belanja pegawainya di atas 57 persen.

Menurut pemerhati anggaran Sumatera Utara, Elfenda Ananda, besarnya anggaran belanja pegawai tersebut, akan menjadi beban bagi daerah. Misalnya saja, Kabupaten Mandailing Natal dan Dairi mengalokasikan anggaran untuk belanja modalnya hanya berkisar 13 persen dari total anggaran.

Di Kabupaten Madina dari total APBD 2011 sebesar Rp 625,7 miliar, hanya sekira Rp 81,7 miliar saja untuk belanja modal. Sedangkan belanja pegawai hingga mencapai Rp 403,4 miliar dalam setahunnya. Selain itu, Pemko Binjai, hanya mengalokasikan anggaran belanja modal 17,2 persen dari total APBD 2011 Rp 492,8 miliar. Sementara belanja pegawai mencapai Rp 322,2 miliar. Demikian halnya dengan Medan. Belanja modal yang dialokasikan hanya 18,4 persen dari total anggaran Rp 2,93 triliun. Besarannya setara dengan Rp 538,5 miliar diperuntukkan untuk belanja modal. Sedangkan belanja pegawai mencapai Rp 1,5 triliun.

Menurut Elfenda, besarnya belanja pegawai tersebut sangat mengkhawatirkan. "Jika kondisi tersebut dibiarkan berlarut-larut, akan berdampak kebangkrutan akan segera mengancam daerah dalam 2-3 tahun mendatang. Karena APBD-nya hanya digunakan untuk membiayai pegawai," katanya. (afr)

Selasa, 02 Agustus 2011

Pemerintah Harus Fokus Awasi Distribusi Pasar

 Tribun Medan - Selasa, 2 Agustus 2011 11:54 WIB


TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumut, Ramli  meminta kepada pemerintah kususnya Pemprov Sumut fokus dalam pengawasan distribusi kebutuhan pokok. Kenaikan harga tidak akan teratasi jika distribusi terhambat.

“Harus perhatikan ketersediaan kebutuhan, kalau kebutuhan tersedia, mudah-mudahan harga akan aman,” katanya di gedung DPRD Sumut, Selasa (2/8/2011). Bahkan ia menganggap bahwa kenaikan harga di pasar menjelang dan saat bulan puasa wajar.

Hal ini dikatakannya, mengingat meningkatnya kebutuhan saat menjelang perayaan hari besar keagamaan. “Permintaan pasti meningkat, jadi wajar pedagang mengambil keuntungan,” katanya. Seyogianya gejolak harga terjadi, tentu karena adanya kelangkaan barang. Namun jika stok tersedia, harga naik barang itu tidak akan laku.
Jadi sangat diharapkan, pengawasan terhadap pendistribusian bahan kebutuhan terutama dalam menghadapi permintaan selama perayaan keagamaan.

Politisi Fraksi Demokrat asal kepulauan Nias ini juga mengapresiasi kondisi pasar saat ini. Di mana, harga kebutuhan pokok di pasar masih dalam kondisi terkendali. “Kalaupun ada kenaikan sedikit, itu wajar. Tentu pedagang ingin menjalankan bisnisnya,” katanya. Ia juga mengatakan bahwa batas kewajaran bagi kenaikan harga tidak ada. Namun yang sesuai dengan undang-undang perdagangan bahwa keuntungan maksimal 30 persen.

Hal senada juga dikatakan Romauli Tambunan yang mewakili kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumut saat melakukan audiensi ke Plt Gubernur Sumut, Senin (1/8/2011). Bahwa pihakya saat melakukan peninjauan rutin ke pasar dan menemukan adanya kenaikan harga, namun belum mengakibatkan gejolak.

“Hanya sesekali mereka bisa memperoleh untung. Jadi kita maklumi saja,” katanya. Namun Romauli mengatakan tetap menghimbau agar gejolak harga tidak terlalu tinggi. Sehingga konsumen atau masyarakat tidak begitu terbebani karena perubahan harga.(afr /tribun-medan.com)

Pemerintah Belum Miliki Sistem Pembinaan Pengusaha Kecil

Laporan Wartawan Tribun Medan, Adol Frian Rumaijuk

 
Anggota Komisi B DPRD Sumut bidang perekonomian, Ramli meminta, Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumut jangan hanya menghabiskan anggaran semata, tanpa melakukan pembinaan yang baik dengan para pengusaha kecil di Sumut.

Untuk itu, Dinas Koperasi dan UKM Provsu, harus melakukan komunikasi efektif dan sinergitas dengan pengusaha kecil di Sumut.

"Ini diperlukan, mengingat para pengusaha kecil memiliki peran penting dalam pembangunan Sumut kedepan. Untuk itu, Dinas Koperasi harus selalu berkomunikasi dan bersinergi dengan para pengusaha kecil," kata Ramli kepada wartawan di Medan, Kamis (21/7).

Ramli merupakan wakil rakyat dari Partai Demokrat ini mengemukakan hal itu menyikapi pemberitaan Ketua Asosiasi Pengusaha Kecil Industri (APKI) Sumut Syafrizal Lubis, yang mengeluh terhadap minimnya pembinaan diterima pengusaha kecil dari pemerintah.

Anggota Komisi B DPRD Sumut bidang perekonomian, Ramli menekankan, Dinas Koperasi dan UKM Sumut, jangan hanya terfokus pada kegiatan proyek semata, dengan mengabaikan pembinaan terhadap para pengusaha kecil.

"Sebab para pengusaha kecil lebih membutuhkan pembinaan yang baik dari pemerintah, dari pada pemerintah hanya terfokus pada proyek semata yang dinilai tidak ada manfaatnya bagi pengusaha kecil," kata Ramli. (afr/tribun-medan.com)

Diskop Harus Bersinergi dengan Pengusaha Kecil

MedanBisnis - Medan. Anggota Komisi B DPRD Sumut Bidang Perekonomian, Ramli, meminta Dinas Koperasi dan UKM Propinsi Sumut jangan hanya menghabiskan anggaran semata, tanpa melakukan pembinaan yang baik dengan para pengusaha kecil di Sumut. Untuk itu, Dinas Koperasi dan UKM harus melakukan komunikasi efektif dan sinergitas dengan pengusaha kecil di Sumut.
"Ini diperlukan, mengingat para pengusaha kecil memiliki peran penting dalam pembangunan Sumut ke depan. Untuk itu, Dinas Koperasi harus selaku berkomunikasi dan bersinergi dengan para pengusaha kecil,” kata Ramli, kepada wartawan, di Gedung DPRD Sumut, Kamis (21/7).

Pernyataan politisi Demokrat ini menyikapi keluhan Ketua Asosiasi Pengusaha Kecil Industri (APKI) Sumut Syafrizal Lubis terkait minimnya pembinaan pemerintah kpada pengusaha kecil.

 Ramli menekankan, Dinas Koperasi dan UKM Sumut, jangan hanya terfokus pada kegiatan proyek semata, dengan mengabaikan pembinaan terhadap para pengusaha kecil. “Sebab para pengusaha kecil lebih membutuhkan pembinaan yang baik dari pemerintah, dari pada pemerintah hanya terfokus pada proyek semata yang dinilai tidak ada manfaatnya bagi pengusaha kecil," tegasnya.

Secara terpisah, Anggota Komisi B DPRDSU dari Fraksi PDI Perjuangan, Brilian Moktar juga menilai  pemerintah tidak memiliki sistem pembinaan pengusaha kecil. Sehingga para pelaku usaha kecil kerap mengalami kemunduran. "Sebab sampai saat ini pemerintah sama sekali belum memiliki sistem pembinaan atau mengukur pertumbuhan pelaku UKM. Karena dari lokasi-lokasi yang ada, baik di pasar tradisional dan rumah tangga, masih kerap terlihat amburadul," katanya.

Untuk itu, lanjut Brilian Moktar, pemerintah khususnya Dinas Koperasi dan UKM propinsi maupun kabupaten/kota di Sumut, hendaknya mencontoh sistem pembinaan pelaku usaha kecil dilakukan di Solo. "Sumut harus mencontoh daerah lain dalam pembinaan pelaku UKM, seperti di Solo, Jawa Tengah,  yang suskes dalam pembinaan UKM, dimana pemerintahnya telah memiliki sistem yang baik dalam pembinaan UKM. Di sana, diberlakukan program "say no to mall" ini bagus karena memihak usaha kecil," tambahnya. (benny pasaribu)

Selasa, 05 Juli 2011

Disbudpar Serap 16,26 Persen Semester I 2011

Laporan Wartawan Tribun Medan/ Adol Frian Rumaijuk

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN
– Alokasi Anggaran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Sumut dalam tahun anggaran (TA) 2011 sebesar Rp 28.811.542.500 yang terangkum dalam 11 program kerja, baru sekitar 16,26 persen atau sekitar Rp 4.683.703.171 yang mampu diserap. DPRD Sumut khawatir akan terjadi sisa penggunaan anggaran yang meluber.

Hal ini terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi B DPRD Sumut, Senin (4/7) di Gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol Medan. Rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi B, Guntur Manurung, menyoroti kinerja Disbudpar Sumut yang dianggap kurang jeli memanfaatkan anggaran serta potensi destinasi wisata yang mampu mendongkrak penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sumut.

Ramli, anggota Komisi B dari Fraksi Partai Demokrat sangat kecewa dengan anggaran yang begitu besar dialokasikan ke Disbudpar Sumut namun tidak mampu diserap dengan baik. "Bagi saya, anggaran sebesar 28 milyar rupiah lebih terlalu besar untuk program yang belum tercapai. Kalau tidak dievaluasi, nantinya akan menjadi Silpa. Apalagi tahun anggaran 2011 sudah berjalan satu semester lebih," kata Ramli.

Terkait masalah ini, Naharuddin Kadisbudpar mengatakan bahwa pejabat eselon tiga yang ada di Disbudpar Sumut saat ini sedang berada di daerah dalam kerangka koordinasi dimaksud. "Saya menjamin bahwa tidak akan ada silpa untuk tahun ini di Disbudpar. Dan event - event pariwisata yang ada di Sumut adalah wewenang panitia atau dinas yang ada di daerah kabupaten kota. Itu tidak ada wewenang provinsi," kata Naharuddin.

Naharuddin melanjutkan bahwa keterlambatan serapan anggran dikarenakan anggaran yang diterimanya baru sekitar triwulan ke dua. Jadi hal itu yang mengakibatkan keterlambatan serapan anggaran.

Naharuddin juga mengeluhkan anggaran yang ada di Disbudpar Sumut yang tidak sampai 1/10 dari jumlah APBD Sumut. Disamping itu menurutnya, usulan untuk merenovasi Taman Budaya Medan yang telah disampaikan kepada Gubernur, sampai sekarang belum dapat dipenuhi pemprov.(afr/www.tribun-medan.com)

Penulis : Adol Frian Rumaijuk
Editor : Sofyan Akbar
Sumber : Tribun Medan

DPRD Cecar Pertamina

MEDAN - PT. Pertamina diminta transparan menyikapi kelangkaan BBM bersubsidi yang berlangsung selama tiga minggu terakhir. Pertamina diminta tidak menjelma menjadi momok bagi masyarakat pengguna kendaraan di Sumatera Utara. Hal ini menjadi kesimpulan rapat dengar pendapat (RDP) Komisi B DPRD Sumut dengan PT. Pertamina di Kantor DPRD Sumut.

Dimulai pukul 14.00 WIB, RDP diskor karena perwakilan Pertamina tidak mampu memberikan jawaban konkrit.
Sebelumnya, General Manager Fuel Retail Marketing (FRM) Region I Sumbagut PT. Pertamina Gandhi Sriwidodo mempresentasikan permasalahan kelangkaan BBM bersubsidi yang terjadi tiga minggu terakhir.

Ia menjelaskan, kemungkinan yang menyebabkan kelangkaan BBM tersebut adalah tak lagi dipasoknya BBM kepada 14 SPBU di Sumut. Hal lain yang diungkapkannya, yakni banyaknya masyarakat yang tak berhak mendapatkan BBM bersubsidi namun turut serta menikmatinya. 
“Saat ini kita memang berusaha menekan tingkat over kuota,” terang Gandhi, Senin (4/7).

Karenanya, pihaknya berharap kepada pemerintah untuk anggaran tahun berikutnya BBM subsidi ini dinaikkan lagi sesuai hasil penelitian di lapangan. “Namun, menurut pengamatan kami, beberapa hari terakhir kelangkaan BBM di Sumut sudah jauh berkurang,” jelasnya.

Pertamina juga tak mau terlalu membebani masyarakat yang seharusnya memiliki hak untuk menikmati BBM subsidi ini terlalu dihimpit peraturan yang ketat. “Jadi saat ini kita memperbolehkan masyarakat mengisi maksimal dua jerigen (40 liter, Red). Namun, masyarakat yang dimaksud adalah UKM atau masyarakat yang telah mendapatkan verifikasi,” tutur Gandhi.

Pada rapat tersebut, Wakil Ketua Komisi B DPRD Sumut Guntur Manurung menjelaskan, Pertamina harus mampu menjelaskan alasan yang paling prinsipil tentang kelangkaan BBM.

Sekretaris Komisi B DPRD Sumut Syahrial Harahap menceritakaan saat berangkat dari kampungnya menuju ke Medan mendapati banyak SPBU yang menjual BBM dengan harga Rp. 6.500 per liter. “Kampung saya di Sawit Seberang, saat menuju ke Medan saya mendatangi SPBU dan mereka menjual BBM dengan harga Rp. 6.500. Sesuai pemaparan PT. Pertamina, tak masuk akal jika pasokan BBM subsidi yang didistribusikan ke SPBU melebihi kuota. Jika sesuai kuota, tentunya mereka tak akan berani menaikkan harga,” tegasnya.

Selain itu, menurut Syahrial, PT. Pertamina tak melakukan pengawasan yang baik. “PT. Pertamina seperti lepas tanggung jawab setelah melepas minyak,” katanya

Ia juga menceritakan, warga Sei Lepan yang berjarak sekitar 40 km lebih dari SPBU terdekat akan semakin kesulitan mengembangkan usaha dan terkait hal ini PT. Pertamina sudah bisa dianggap tak mendukung program pemerintah tentang ketahanan pangan Nasional.

Lain lagi cerita anggota Komisi B DPRD Sumut yang satu ini, Ramli, ia menceritakan, dari Sidikalang, ia mendapati 7 SPBU yang sudah sekitar 17 hari tak dipasok BBM. “SPBU kedelapan yang saya temui mengatakan, di SPBU tersebut selalu mendapatkan pasokan BBM yang cukup. Hal ini membuktikan PT. Pertamina tak menjangkau daerah terpencil. Sama halnya dengan daerah Sei Lepan tadi, dengan adanya hal ini jelas PT Pertamina tak mendukung program pemerintah tentang ketahanan pangan Nasional,” katanya.

Ada juga anggota Komisi B DPRD Sumut yang berani menyatakan pasti ada indikasi penyelewengan pendistribusian pasokan minyak dari PT. Pertamina ke SPBU. “Ada indikasi kelangkaan BBM ini disebabkan PT Pertamina melakukan kong-kalikong. Misalnya dari PT. Pertamina didistribusikan 20 kilo liter, yang sampai ke SPBU hanya 10 kilo liter dan sisanya dijual ke industri untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Tentunya, sebelumnya ada intimidasi dari PT Pertamina terhadap SPBU agar tak meributi hal ini,” tegas Tohonan dari Fraksi PDS.

Sekira pukul 17.00 WIB, rapat ditangguhkan karena tak menemukan jawaban konkrit dari pihak PT. Pertamina. Rapat diskor, dan pada rapat lanjutan diharapkan agenda RDP dapat mendatangkan BPH Migas, Hiswana Migas, perwakilan SPBU, Kadin mewakili perushaan atau industri dan PT. Pertamina. (saz/mag-15)


Selasa, 07 Juni 2011

Ramli Minta Pertajam Program - Tribun Medan

Anggota komisi B DPRD Sumut, Ramli mengatakan agar program yang akan di susun tim koordinasi CSR Sumut hendaknya di pertajam. Yaitu lebih kepada pengontrolan percepatan pembangunan melalui CSR.

“Sangat setuju jika Tim Koordinasi dibentuk bukan dalam bentuk penghimpunan dana, lebih kepada pengontrolan percepatan pembangunan,” katanya saat rapat dengar pendapat dengan Tim Koordinasi CSR Sumatera Utara, Selasa (7/6) di Gedung DPRD Sumatera Utara jalan Imam Bonjol Medan.

Ia juga mengatakan bahwa pemerintah provinsi atau masyarakat Sumut tidak ingin perusahaan rugi, namun masyarakat tentu mengharapkan percepatan pembangunan.

“Kita tidak ingin perusahaan rugi, namun kita ingin percepatan pembangunan,” katanya. Dan diharapkan pemerintah provinsi tegas dalam mewujudkan peningkatan alokasi CSR.
 
Dimuat di:
Harian Tribun Medan
07 Juni 2011

Kamis, 05 Mei 2011

Pemilukada Nias Pebruari 4 April 2011

Anggota DPRDSU Ramli: “Akibat Bencana Tsunami Perlu Percepatan Pembangunan”
Medan, metromedan.com 

  Pentingnya Partisipasi Masyarakat memberikan hak suara di Pemilukada Nias untuk  menentukan arah percepatan pembangunan lima tahun ke depan menuju citra reputasi Nias berbudaya, religius dan mandiri yang serius dan fokus itulah harapan kita.
Hal ini disampaikan Anggota DPRD Sumatera Utara Ramli kepada Wartawan di Kantor DPRDSU Jln Imam Bonjol No 5 Medan Kamis, (26/1) mengingat Nias pernah mengalami bencana alam sunami memporak-porandakan alam, bangunan dan infrastruktur.
Kiranya Nias dapat dibangun kembali ujar Ramli seraya memberikan argumentasi tentang Pemilukada Nias partisipasi masyarakat harus menyadari pentingnya pesta demokrasi yang identik dengan kemajuan pembangunan baik phisik, dan non phisik, urai  Politisi Partai Demokrat yang selalu senyum ceri, ramah, terbuka  dan gaul terhadap siapa saja khususnya insan pers yang dihadapinya.
Ramli nenjelaskan masalah pembangunan manusia seutuhnya tidak terlepas dari hak dan kewajiban seluruh elemen bangsa harus dapat meningngkatkan partisipasi hak suara di pemilukada secara transfaran, akuntabel dan menjunjung tinggi nilai-nilai sportifitas yang tinggi sesuai Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa ini.
tegas Ramli.
Meskipun banyak masalah yang kita hadapi seperti kemiskinan, keamanan,  ekonomi kerakyatan, pendidikan, sosial kesehatan, kriminal,  infrastruktur belum mencapai semaksimalnya, urai Ramli
Selanjutnya ketimpangan administrasi, isolasi pembangunan, hingga masalah kecemburuan sosial yang signifikan harus dapat kita jadikan pengalaman yang berharga untuk terus dapat berpacu memoles diri mengingat sistem pemeritahan secara otonomi daerah akan menjadikan kita berpikir jernih dan positif, ujar Anggota Legislatif Dapil Kabupaten Nias Induk, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Barat, dan Kota Gunung Sitoli,
Mengingat pengalaman Pemilukada Nias Selatan 29 Desember 2010 lalu suara yang berpartisipasi hanya 45 persen Ramli menganggap sangat minim.Pemilukada dijadwalkan di tiga daerah lain yang dijadwalkan 2 Pebruari  2011 dan Nias, 4 April 2011, maka seluruh komponen masyarakat seperti LSM, pemuda, pemuka adat, tokoh agama dan insan pers untuk dapat memberikan motivasi bagi masyarakat sehingga memiliki nilai pendidikan politik yang terbaik bagi Nias,ujar Anggota DPRDSU dari Komisi B.
Sementara UU sosialisasi yang diselenggarakan sesuai aturan KPUD telah dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan Ramli berharap partisipasi masyarakat luas dan bagi para Kandidat yang bersaing secara sehat, santun, jujur, bila menang terhormat, siap kalah secara kesatria dan bermartabat, kilah Ramli mengakhiri. (Linche)