Rabu, 07 September 2011

SKPD Harus Bersinergi Prioritaskan Program dari Cost APBD

Ramli, anggota Komisi B DPRDSU keheranan. Penyebabnya dilatarbelakangi hasil kunjungan kerja (Kunker) ke Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) akhir Juli 2011 lalu dan disusul ke Jawa Barat (Jabar) pada Agustus 2011. Waktu berkunjung ke sana, kata Ramli, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Sulsel dan Jabar membeberkan pencapaian 6 produk unggulan ketahanan pangan berbasis dana APBD. "Saya bingung dan terkejut mengetahui fakta tersebut. Tahun 2010 Dinas Pertanian Sulsel cuma memiliki dana Rp. 31 Miliar. Namun komitmen serta sinergi instansi terkait di sana berbuah surplus beras sebesar 2 juta Ton," singkap Ramli kepada BERSAMA, Jumat siang (4/8), di ruang Komisi B DPRDSU.

Bila dibandingkan dengan Dinas Pertanian Sumut yang mendapat alokasi dana APBD sekira Rp. 101 Miliar, lanjut Ramli, seharusnya tidak ada persoalan lagi diseputar kebutuhan beras di Sumut. "Divestasi pertanian kita bagaimana sejauh ini, infrastrukturnya sudah sejauh apa dan bagaimana pula kepedulian mengelola sawah beririgasi berikut penyediaan pupuk. Coba tanya Dinas Pertanian apa beras kita surplus atau tidak. Tapi yang saya tahu, Bulog Wilayah Sumut masih mengimpor beras dari luar negeri," herannya.

Politisi Partai Demokrat Sumut ini melanjutkan, ketahanan pangan lain yang mengejutkan di Sulsel terlihat dari komoditas jagung mencapai 1,4 juta Ton, rumput laut 1,5 juta Ton (dikirim ke Sumut), kakao 198 ribu Ton, udang 23 ribu Ton dan ternak sapi mencapai 900 ribu ekor. Artinya, lanjut dia, produk unggulan ketahanan pangan Sulsel itu hanya bisa tercapai disebabkan komitmen tinggi pemerintah provinsi, SKPD, pemerintah kab/kota dan badan teknis lainnya mewujudkan program kepentingan pokok masyarakat. "Kita wajib bercermin dari Sulsel. SKPD Provinsi Sumut haruslah memiliki komitmen tinggi dan bersinergi kepada kebutuhan daerah kab/kota dalam memprioritaskan program yang bersumber dari cost APBD," ingatnya.  

Jabar Pemasok Beras untuk 18 Provinsi

Untuk kategori ketahanan pangan di Jabar Ramli juga tidak berhasil menyembunyikan keterkejutan. Daerah berpenduduk 43 juta jiwa dengan APBD sekira Rp.7 Triliun itu dikatakannnya surplus beras sehingga mampu memasok beras untuk 18 provinsi di Indonesia. "Lebih ngeri lagi di sana. Hasil panen padinya bisa mendistribusikan beras lokal terhadap 18 provinsi. Padahal petani mereka hanya menggarap lahan paling banyak 5 rante/keluarga," ucapnya. Seraya membandingkan jumlah penduduk Sumut sekira 13 juta dengan APBD berkisar Rp.4 Triliun, Ramli berkeyakinan, apaian surplus beras daerah Jabar hanya dapat terwujud semata-mata disebabkan keseriusan pemerintah Jabar membangun pola ketahanan pangan melalui sinergitas program peningkatan dengan SKPD terkait. Ketahanan pangan lain di Jabar yang berjalan bagus disebutnya terlihat dari sektor perkebunan, sayur mayur, buah-buahan dan perikanan.

SKPD Jalan Sendiri

Legislator asal Dapil Kabupaten Nias Induk, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Barat dan Kota Gunung Sitoli itu memastikan, hingga kini SKPD Provsu dan pemimpin di daerah terkesan berjalan sendiri-sendiri. Melakukan pertemuan-pertemuan formal namun sebatas koordinasi yang kurang menjawab essensi permasalahan. "Saya mau mengatakan, sejauh mana Pemprovsu menguatkan sinergi kerja semua satuan ketahanan pangan, khususnya di kab/kota," imbau Ramli.

Peduli & Serius

Ramli mengingatkan, kinerja SKPD yang baik hanya dapat dicapai bila Pemprovsu melakukan pengawasan dengan terjun ke lapangan. Kalau tidak, terang Ramli berkeyakinan, lembaga SKPD cuma sebatas badan yang menjalankan rutinitas formal dengan target usang menghabiskan anggaran tanpa pencapaian sasaran. Pada sisi lain, dia juga memastikan sudah saatnya pimpinan SKPD lebih jeli menyusun program jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Pemprovsu dan pimpinan SKPD dimintanya agar semakin gigih menerjemahkan program pemerintah pusat yang bertekad mewujudkan percepatan pembangunan taraf kehidupan masyarakat. "Plt Gubsu Gatot Pujo Nugroho, ST, perlu lebih peka mengawasi kinerja maupun sinergitas SKPD khususnya yang menyangkut ketahanan pangan di Sumut," ingat Ramli.

Surplus

Sementara itu, Kabid PLH Dinas Pertanian Sumut Ir Adam B Nasution, MM, membantah bila Sumut dikatakan tidak surplus beras. Menurut dia, saat ini Sumut telah surplus beras mencapai 400 ribu Ton dengan target per Desember 2011 sekira 3,6 juta Ton. "Yang import beras itu siapa, kan Bulog," tepis Adam kepada BERSAMA, Jumat sore (4/8), melalui saluran telepon. Kendati Adam menyebut saat ini sudah dicapai 2,3 juta Ton, namun target di angka 3,6 juta Ton tetap saja diakuinya belum bisa membuat Sumut berpredikat surplus beras. Menyinggung anggaran APBD Dinas Pertanian Sulsel yang 3 kali lipat lebih kecil dibanding Dinas Pertanian Sumut tapi surplus 2 juta ton,  Adam juga punya jawaban pamungkas. Bagi dia, Sulsel itu sudah melalui proses panjang pertanian yang dibangun jauh-jauh hari. Sementara lahan irigasi di Sulsel dikatakannya lebih luas dibanding Sumut. "Saya gak hapal betul data lahan irigasi Sumut, yang pasti indeks pertanaman di Sulsel cukup tinggi," ucap Adam.

Bagaimana sinergi Dinas Pertanian dengan intansi terkait mewujudkan ketahanan pangan Sumut ? Adam mengakuinya berjalan baik dan dikoordinasikan secara terjadwal. "Sudah kita laksanakan berkala. Makanya dalam pra-Musrenbang kita bicarakan dengan SKPD lain," tegasnya. Dia pun mencontohkan pola sinergitas Dinas Pertanian dengan Dinas Peternakan berbentuk pengadaan pupuk organik untuk perbaikan struktur tanah pertanian.

Menjawab jumlah anggaran Dinas Pertanian Sumut semester I dan program apa yang sudah dikerjakan, lagi-lagi Adam berkelit dengan mengatakan bukan seperti makan cabe. “Karena program kita ada yang langsung, tak langsung, pengadaan dan pembinaan. Yang sudah kita laksanakan pun tak bisa dipilah-pilah. Namun pupuk dibantu, irigasi desa dan tingkat usaha tani diperbaiki dan sedang berlangsung sampai sekarang. Dananya belum cair pak. Proses tender, pengadaan peralatan ataupun pemberdayaan petani masih berjalan," tutupnya. (BUD)

Dimuat di:
Harian BERSAMA
07 September 2011

Ramli Gandeng 8 SKPD Provsu Kunjungi 5 Kab/Kota di Nias


Keterangan foto: RAPAT TERBATAS. Anggota Komisi B DPRD SU, Ramli (kiri depan memimpin pertemuan) dan Asisten II Perekonomian Setdaprovsu Ir. Djaili Aswar, MM (kanan depan) melakukan rapat terbatas terkait pembahasan program percepatan ekonomi kerakyatan di 5 kab/kota Kepulauan Nias di kantor Gubsu.

Minimnya sinergitas antara Satuan Kerja perangkat Daerah (SKPD) pemerintah provinsi (Pemprovsu) dengan kepala daerah/SKPD di Kab/Kota se-Sumut selama ini mengakibatkan berbagai program pembangunan berjalan di tempat, asal jadi bahkan terindikasi kurang tepat sasaran. Ironisnya, pelaksanaan Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) Provinsi setiap tahun dan disusul alokasi bantuan dana APBD ke daerah-daerah kerap terperangkap target sebatas rutinitas tuntas di atas kertas alias formalitas. Akibatnya, perekonomian rakyat tidak kunjung meningkat sedangkan berbagai fasilitas pembangunan marak terbengkalai.

Adalah Ramli, salah seorang anggota Komisi B DPRDSU yang iba dan melontarkan realita di atas. Sebagai wakil rakyat yang sebagian Tupoksinya mengurusi sektor perekonomian semisal pertanian, peternakan, perikanan/kelautan, UKM/Koperasi, perindustrian/perdagangan, Badan Koordinasi Penyuluhan (Bakorlu) dan perkebunan, dia pun memberanikan diri berinisiatif dan 'menggelitik' kekakuan sistem yang berlaku dalam kurun waktu panjang. Diantaranya; menyusun grand design global terpadu, pemetaan sampel masalah di Kepulauan Nias, koordinasi ke pimpinan DPRDSU, berkomunikasi formal dengan Biro Perekonomian Pemprovsu hingga mengkondisikan rapat terbatas bersama Asisten II Bidang Perekonomian Setdaprovsu Ir Djaili Aswar, MM, bersama 7 pimpinan SKPD Provsu pada Rabu pagi (10/8) di Kantor Gubsu.

Kegelisahan dan niat baik Ramli membuahkan hasil. Berdasarkan pertemuan yang digagasnya jauh-jauh hari itu, legislator Partai Demokrat Sumut tersebut menyampaikan langsung berbagai pemikiran untuk memicu program percepatan peningkatan ekonomi kerakyatan di penjuru kab/kota se-Sumut, secara khusus daerah asal pemilihannya Kabupaten Nias Induk, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Barat dan Kota Gunung Sitoli. Beberapa tahapan penting akhirnya disepakati termasuk melakukan Musyawarah Rencana Pembangunan Khusus (Musrenbangsus) serta kunjungan kerja (Kunker) ke Kepulauan Nias 13 September 2011 mendatang. 

Kepada Jurnalis BERSAMA Budiman Pardede, Kamis siang (18/8) di ruang Komisi B, Ramli mengatakan, kendati Pulau Nias sempat porak poranda dan mulai 'terkenal' akibat bencana alam Tsunami Desember 2004, disusul gempa berskala 8,6 SR pada 28 Maret tahun 2005, toh Nias sebagai wilayah terpandang di Provinsi Sumut pantas diberi perhatian khusus oleh pemerintah melalui program perbaikan ekonomi kerakyatan. Alasannya, kata Ramli, selain sumber daya alam berlimpah yang dimiliki, Nias juga pernah mendapat predikat sebagai daerah swasembada beras pada tahun 80-an. "Rapat terbatas kemarin saya fokuskan membicarakan percepatan ekonomi kerakyatan berbasis perbaikan kinerja, sinergitas, tepat sasaran dan pemberdayaan masyarakat Kepulauan Nias," singkapnya.

Belum Membaik

Dengan semakin meningkatnya APBD 5 kab/kota Nias saat ini, lanjut Ramli, harus diakui telah banyak kemajuan pembangunan di berbagai bidang. Akan tetapi, ujar dia lagi, yang namanya sektor pembangunan ekonomi kerakyatan justru belum kunjung membaik walaupun Badan Rehabilitasi Rekonstruksi (BRR) Nias sudah selesai bekerja pascabencana. "Kondisi perekonomian rakyat Nias belum membaik," akunya. Ramli mengatakan, belum pulihnya perekonomian masyarakat Nias dapat dibuktikan dari rendahnya taraf hidup petani, kondisi lahan pertanian, peternakan tidak menentu, pola manual nelayan, minim usaha mandiri/koperasi, kedangkalan pengetahuan tata cara berkebun hingga sistem perdagangan sumber daya alam yang belum menguntungkan masyarakat. Hingga kini rakyat Nias disebutnya masih sekadar mempertahankan hidup demi kepentingan jangka pendek. "Nias butuh peran serius pemerintah mendorong peningkatan penghasilan kedepan supaya mereka tidak lagi berfikir mendapatkan hasil sebatas hari ini atau esok. Berdasarkan fakta tersebut, saya berkeyakinan, pola pembangunan perekonomian daerah di kab/kota lain se-Sumut juga tidak jauh berbeda dari Nias karena cenderung asal jadi, kurang tepat guna dan langka menyentuh sasaran," cetusnya.

Bottom-Up

Dibeberkan Ramli, lahirnya hipotesa terhadap program pembangunan yang tidak tepat guna dan langka menyentuh sasaran sebenarnya sudah tampak saat rutinitas seremonial Musrenbang Provsu dilaksanakan tiap tahun. Artinya, kata dia, forum Musrenbang seyogyanya dapat menjadi momentum strategis menjawab persoalan-persoalan kesejahteraan di daerah. Akan tetapi maksud mulia tersebut belum kunjung terwujud dikarenakan Musrenbang tidak memulai langkah awal dari kab/kota (bottom) yang diikuti masukan program daerah untuk diikat MoU (perjanjian) ke ke tingkat Pemprovsu (Up). "Saya ingin mengajak Pemprovsu berfikir 'bottom-up' (aspirasi daerah ditarik ke provinsi-Red). Proyek pembangunan bisa bermakna tepat guna dan menyentuh sasaran bila bersinergi dengan lembaga pengambil kebijakan daerah," simpul Ramli.

Sejauh ini Kondisi tersebut ditegaskan Ramli sangat lemah dan wajib diperhatikan Pemerintah Provinsi maupun kab/kota bila ingin mempercepat perbaikan ekonomi kerakyatan di seluruh daerah. Tanpa dilandasi pemahaman awal itu, katanya, sebanyak apapun dana APBD atau bantuan pusat digelontorkan niscaya sulit menjawab akar persoalan ekonomi kerakyatan. Ramli mencontohkan, proyek pembangunan irigasi pertanian yang kerap dianggarkan pemerintah hasilnya dominan tidak berfungsi di lapangan. Kemudian ada juga tempat penampungan ikan (TPI) di Telo Nias dan Kota Gunung Sitoli yang berujung kesia-siaan belaka disebabkan kurang adanya peran serta instansi teknis terkait. Padahal, dari sektor perikanan kelautan, bukan sedikit lagi jumlah ikan-ikan asal perairan Nias yang justru diambil penangkap ikan dari luar Nias. Akhirnya TPI hanya menjadi gedung usang tanpa makna sementara nelayan Nias 'dipaksa' puas menyaksikan eksploitasi sumber daya alamnya. Fakta serupa lain dibeberkan Ramli terjadi pada balai pembibitan ikan yang bersumber dari APBD Sumut ke Nias. "Belum berfungsi sehingga ikan-ikan selalu mati dan kondisi balai terlantar sampai sekarang. Masalah-masalah seperti itulah yang harus dijawab pemerintah. Input dana ke daerah dalam bentuk proyek atau apapun hanya bersifat mubazir tanpa output (kemajuan ekonomi) tepat sasaran bila daerah tidak diberi kesempatan menyampaikan program kekinian yang dibutuhkan," ingatnya.

Harapkan Kehadiran 8 Pimpinan SKPD Provsu ke Nias

Oleh sebab itu, semenjak dini, Ramli mengucapkan terimakasih kepada Ketua DPRDSU H Saleh Bangun dan pihak Pemprovsu yang telah memulai langkah sinergitas koordinatif melakukan pertemuan terbatas. Selanjutnya dia 'memaksa' 7 pimpinan SKPD Provsu untuk datang langsung mengikuti Musrenbangsus yang dilanjutkan dengan Kunker ke 5 kab/kota Kepulauan Nias. Ramli percaya, melalui Kunker dan forum Musrenbangsus yang melibatkan 5 kepala daerah maupun pimpinan SKPD terkait di Kepulauan Nias, pimpinan SKPD Provsu bisa melihat, mendengar dan menampung aspirasi program pembangunan jangka pendek yang dibutuhkan masyarakat Nias. Sehingga kedepannya target yang diharapkan menyangkut alokasi dana APBD Sumut 2012 dapat lebih prioritas menggalakkan sektor perekonomian pembangunan Nias yang selama ini terkesan minor. Ramli pun mengimbau kepala daerah 5 kab/kota dan pimpinan SKPD di Kepulauan Nias untuk ambil peduli dengan persiapan program kerja masing-masing. "Pertumbuhan ekonomi kerakyatan yang rendah bakal diupayakan membaik melalui sinergitas sistem kerja semua stake holder. Dulu Nias swasembada beras tapi sekarang kok mengimpor 1.600 Ton/bulan. Demi mewujudkan ketahanan pangan nasional, berbagai ketimpangan tersebut harus segera dijawab. Makanya 7 petinggi SKPD Provsu dan kepala daerah/pimpinan SKPD di 5 kab/kota Nias harus melihat langsung tanpa diwakilkan. Inilah saatnya menggegas sinergitas, saya sudah sampaikan dalam forum rapat terbatas," aku Ramli. 

Pertengahan September

Dalam kesempatan terpisah, Kabiro Perekonomian Setdaprovsu H Bangun Oloan Harahap, S.Sos membenarkan rencana kunjungan kerja 7 SKPD ke Kepulauan Nias. "Benar mau ke Nias pertengahan bulan September 2011," kata Oloan kepada Jurnalis BERSAMA Budiman Pardede, Kamis sore (18/8). Dihubungi via ponselnya, Oloan memastikan, Pemprovsu menanggapi baik rencana perbaikan ekonomi kerakyatan masyarakat di 5 kab/kota Nias melalui perbaikan program kerja dan kunjungan yang melibatkan  pimpinan SKPD secara terpadu, Kepala Dinas terkait serta Kepala Badan di jajaran Provsu. (Budiman Pardede)

Dimuat di:
Harian BERSAMA
Rabu, 07 September 2011