Selasa, 25 Januari 2011

Tiga Pilar Pembangunan

Ramli, anggota Komisi B DPRD Sumut memastikan, maju tidaknya pembangunan daerah atau pun peningkatan kesejahteraan rakyat tergantung eksistensi 3 pilar pendukung, yaitu pemerintah, masyarakat dan kelompok pengusaha. Menurutnya masyarakat wajib mencermati serius fungsi tiga pilar tersebut di daerah masing-masing. Hal ini penting mengingat peran tiga pilar adalah satu kesatuan sistem yang bersifat partnership dan saling ketergantungan.

Pemerintah

Dijelaskannya, pemerintah selaku pelaksana administrasi pelayanan masyarakat memiliki tugas inti menyusun program pembangunan yang bersifat flexible (dinamis), acceptable (dapat diterima) dan feasible (patut). "Bahasa sederhananya, pemerintah harus bisa merumuskan orientasi kebijakan 'top down' (dari atas ke bawah) untuk jangka pendek, menengah dan panjang," terang Ramli.

Ramli mengingatkan, program pembangunan yang disusun pemerintah jangan sampai tidak logis dan kurang menyentuh kebutuhan orang banyak. Diminta ataupun tidak diminta, pemerintah harus melihat kedinamisan, penerimaan dan kepatutan suatu program yang benar-benar dikehendaki masyarakat. Selain itu, pemerintah juga tak boleh enggan melibatkan, memberdayakan dan menggandeng potensi masyarakat dan pengusaha.

Masyarakat

Di sisi lain, Ramli menegaskan urgensi partisipasi masyarakat. Partisipasi ini dalam bentuk peran aktif melalui usulan bersifat 'bottom up' (dari bawah ke atas) kepada pemerintah berdasarkan fakta-fakta yang dirasakan. Dalam konteks ini, pemerintah melalui program 'top down' harus memunculkan reaksi, evaluasi, sikap peduli dan antisipasi. Artinya, tugas pemerintah melalui program-program kesejahteraan umum tak boleh dibiarkan berjalan begitu saja. Melainkan disiasati dengan memberi andil informasi atau usulan program.

"Rakyat harus mau tahu dengan kondisi diri, keluarga dan lingkungannya. Kemudian secara jujur ikut meberi kontribusi, aktif mengawasi, cermat mengamati dan bertanggung jawab mengawal roda pemerintahan yang berjalan," ujar Ramli. Kalau kelak ada aspirasi yang tidak dijawab atau terjadi penyimpangan kekuasaan, maka saat itu pula pilar kekuatan rakyat pantas dikedepankan.

Investor/Pengusaha

Sedangkan kiprah investor dikaitkan Ramli dengan percepatan sektor ekonomi dan pembangunan infrastruktur daerah. Untuk memajukan Nias dari sisi ekonominya, pemerintah dimintanya jangan hanya duduk di belakang meja. Melainkan turun ke bawah mendekatkan diri dan merangkul pengusaha lokal sehingga mau lebih berpartisipasi/berinvestasi mengembangkan usaha. Ramli yakin, keberhasilan pengusaha lokal akan menjadi modal awal untuk merangsang kedatangan investor. Bila pemerintah berhasil merangkul pengusaha, maka aharapan masyarakat dan pemerintah untuk percepatan pembangunan dapat tercipta.

"Namun Pemerintah harus lebih terbuka dan transparan. Supaya peran semua elemen masyarakat dapat hadir secara ikhlas mendukung kelompok usaha melalui kepastian hukum serta penerapan peraturan-peraturan daerah yang tegas dan jelas," kata Ramli.

Ramli tidak menafikan, rehabilitas dan rekonstruksi Nias telah terlaksana dengan baik pasca bencana tsunami dan gempa. Tetapi masalah peningkatan ekonomi rakyat lokal masih tergolong langka/minim. Dia berharap pola pemberdayaan rakyat menjadi prioritas bagi pemerintahan baru di Pulau Nias nantinya. Termasuk mengelola potensi hasil bumi yang diprioritaskan secara ekstra dan maksimal melalui pemberian kemudahan-kemudahan, fasilitas pendukung dan perangkat kebijakan daerah yang berpihak kepada masyarakat.

Seandainya tiga pilar itu menjalankan fungsi masing-masing dengan benar dan konsekuen, Ramli yakin Nias dan rakyatnya akan maju lebih pesar dibanding daerah-daerah lain di Indonesia.

Dimuat di:
Harian Bersama
24 Januari 2011

Minggu, 23 Januari 2011

Komisi B: Tahun 2011 Jatah Raskin Sumut 150 Juta Kg

Komisi B DPRD Sumut melakukan rapat kerja dengar pendapat (RDP) bersama Bulog Perum Divre Sumut pada Jumat 21 Januari 2011 sekaligus kunjungan ke gudang Bulog Sumut di Medan, mengevaluasi penyerapan beras miskin (Raskin) tahun anggaran 2010 dan realisasi 150.906.340 kg raskin untuk tahun 2011.

Kabulog Sumut M. Muchtar Saad menjelaskan, total pagu raskin untuk Sumut tahun 2010 mencapai 155.097.155 Kg dengan harga tebus Rp. 1.600/Kg. Menurut Kabulog, realisasi raskin sampai 31 Desember 2010 sebanyak 146.889.285 Kg dengan piutang macet sejak 1998-2010 sebesar Rp. 13.330.551.760,-

Sedangkan pagu raskin untuk tahun 2011 berdasarkan SK Gubsu tertanggal 28 Desember 2010 disebutnya mencapai 150.905.340 Kg dengan harga tebus Rp. 1.600/Kg dan setiap rumah tangga miskin berhak mendapat jumlah maksimal 15 Kg. Kabulog juga mengungkapkan pasokan beras komersial dari Thailand dan beras PSO asal Vietnam. Menurutnya, impor beras itu bertujuan untuk pemenuhan stok beras nasional yang dipergunakan dalam rangka pendistribusian raskin.

Usai kunjungan ke gudang Bulog Sumut, Ramli, anggota Komisi B, meminta Kabulog dapat memaksimalkan penyerapan raskin di tahun 2011. Sementara beras impor yang datang diharapkannya dapat direalisasikan sehingga tercipta keseimbangan stok dan harga di lapangan. "Saya rasa beras adalah kebutuhan pokok rakyat kita. Jadi tolong dimaksimalkan supaya stok dan harga jangan bermasalah," ingatnya.

Pada sisi lain, Ramli juga mengimbau Kabulog agar terus melakukan operasi pasar berkesinambungan. Artinya, perlu antisipasi Bulog terhadap harga beras yang tidak logis dan adanya informasi terkait jaminan stok yang tersedia. Diakuinya, tugas seperti itu tidak cukup hanya Bulog yang memikirkan, melainkan butuh peran serta masyarakat luas di Sumut untuk ikut mengawasi serta memberitahukan realita yang berkembang di lapangan. "Maksimalkan distribusi raskin tahun 2011 untuk kelompok warga yang tepat sasaran. Lalu jaga HET beras impor agar stabil dan tetap jadi penyeimbang," demikian Ramli mengingatkan.

Dimuat di:
Harian Bersama
22 Januari 2011

Jumat, 21 Januari 2011

Komisi B Bahas Konflik PT SBI dan Penggarap Lahan di Labusel

Komisi B DPRD Sumut melakukan pembahasan khusus menyangkut konflik masyarakat penggarap lahan di perbatasan Sumut-Riau Kec. Torgamba Desa Meranti Kab. Labusel dengan PT Sinar Belantara Indah (SBI) pada Rabu (19/1) di ruang rapat Komisi B. Selain menyepakati penghentian konflik yang terjadi, lahir pula rekomendasi berbentuk PR selama 20 hari kerja kepada Bupati Labusel untuk menginventarisir tapal batas yang dikuasai PT SBI dan selanjutnya menetapkan areal yang bisa dikelola masyarakat penggarap.

Usai pertemuan, salah satu anggota Komisi B, Ramli, menyinggung izin PT SBI, selaku pengusaha dan pengelola, izin perusahaan itu patut dievaluasi bila terbukti tidak mendukung percepatan pembangunan dan merugikan masyarakat. "Walaupun mereka bilang didukung perangkat aturan pemerintah/Dephut, kita tetap tidak mau ada konflik berdarah yang justru merugikan masyarakat setempat," katanya.

Menurut Ramli, percepatan pembangunan hanya bisa dilakukan bila stake holder semisal pengusaha, masyarakat dan pemerintah bersinergi memberikan dukungan melalui kepedulian dan perhatian serius. Artinya, tak ada gunanya perusahaan maju bila warga setempat justru 'kesepian di tengah keramaian'.

Dimuat di:
Harian BERSAMA
20 Januari 2011

Rabu, 12 Januari 2011

Komisi B: Fungsi TPI Tidak Jelas

Komisi B dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dinas Perikanan Sumut (Diskanprovsu) menyoroti beberapa Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang banyak tidak berfungsi di Sumut tapi tidak sedikit menyedot anggaran. Rapat dipimpin langsung oleh Koordinator Komisi B HM Affan, SS dan Ketua Komisi B H. Bustami dan dihadiri Plt Kadis Perikanan Sumut Zulkarnain, SH, MSi.

Usai pertemuan, Plt Kadis Perikanan Sumut memang mengakui bahwa ada beberapa TPI tidak berfungsi. "Kadang-kadang untuk menggiring nelayan ke TPI tidaklah mudah. Lagipula keberadaan TPI merupakan tugas pemerintah Kab/Kota. Kita sudah ingatkan untuk difungsikan," kata Zulkarnain seraya mencontohkan TPI di Pulau Tello Nias yang tidak berfungsi dengan baik.

Menyinggung kinerja Dinas Perikanan untuk peningkatan ekonomi nelayan tahun 2011, Zulkarnain menyatakan optimis. Dinas Perikanan Sumut akan tetap berupaya maksimal mengakomodasi berbagai potensi laut yang diperoleh nelayan melalui program dan kebijakan yang menguntungkan rakyat.
Dalam kesempatan terpisah, anggota Komisi B, Ramli menguraikan, Raker yang dilaksanakan adalah konsekuensi logis formal DPRD Sumut dalam menjalankan tugas pokok/fungsi untuk mengevaluasi kinerja dan budget APBD yang diperoleh instansi terkait termasuk Diskanprovsu. Setahu Ramli, hingga kini sumbangan Diskanprovsu ke kantong APBD Sumut relatif kecil.

Menyangkut keberadaan TPI yang kurang berfungsi, Ramli pun tidak menginginkannya. Dia mencontohkan, TPI di Asahan, Gunungsitoli dan Pulau Tello Nias termasuk yang kategori tak jelas. "Benar, malah di Pulau Tello ada PNS yang dapat honor dan setiap hari muncul di sana. Padahal hasil TPI gak jelas ke negara serta tidak mempengaruhi kesejahteraan ekonomi nelayan. Ini masalah yang harus diperhatikan. Diskanprovsu harus bisa memposisikan instansinya sebagai ujung tombak percepatan pembangunan melalui program peningkatan kesejahteraan nelayan," kata Ramli.

Dimuat di:
Harian Bersama
12 Januari 2011

Rabu, 05 Januari 2011

Penyerapan HET Pupuk Bersubsidi 2011 Tak Jelas

Ramli, anggota Komisi B DPRD Sumut menyesalkan sikap Asisten II Perekenomian Setdaprovsu yang terkesan tidak becus dan kurang peduli menuntaskan Rapat Dengar Pendapat (RDP) lanjutan terkait penyerapan dan penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi tahun 2011. Menurutnya, RDP lanjutan yang tidak terselenggara tanpa alasan jelas pada tanggal 29 Desember 2010 yang lalu mengindikasikan lemahnya kinerja jabatan. "Kita di DPRD menunggu RDP itu karena bermaksud membahas payung hukum Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) yang tak kunjung turun. Kalau bertemu dan membicarakan jalan keluar atas situasi itu sudah tak mau, berarti kinerja Ir. Djaili Aswar, MM selaku Asisten II Setdaprovsu pantas dievaluasi. Apalagi ini menyangkut peningkatan ekonomi kerakyatan," kata Ramli blak-blakan di Gedung DPRD Sumut.

Ramli juga mengaku mendengar informasi bahwa gagalnya RDP lanjutan disebabkan sikap Asisten II Setdaprovsu Ir Djaili Aswar, MM yang sengaja menghindari pertemuan. "Kita sangat kecewa, ada apa ini? Saya rasa jabatan Asisten II Setdaprovsu itu perlu dievaluasi," cetusnya.

Berdasarkan pantauan BERSAMA di lokasi rapat, didapati kenyataan bahwa distribusi pupuk bersubsidi tahun 2010 berjalan kurang maksimal sehingga banyak tersisa. Alasan yang mengemuka dilatar belakangi lambatnya payung hukum melalui Permentan ke Gubsu terkait realisasi teknis pelaksanaan. Akibatnya, selain pupuk yang dicadangkan berlebih, para petani di daerah juga ikut mengalami penurun produktivitas tanam.

Ramli mengatakan, berapa pun sisa pupuk yang belum terserap tahun 2010 sebaiknya tetap direalisasikan. Bila tidak, maka bukan mustahil alokasi pupuk bersubsidi tahun 2011 akan dikurangi pemerintah. Selain itu, Komisi B sangat iba mengetahui banyaknya pupuk sisa dan belum terserap di tahun 2010. Artinya, persoalan teknis menyangkut payung hukum Permentan sebaiknya jangan dijadikan alasan sehingga realisasi tahun 2011 kembali jadi masalah. Tentu ada jalan keluar yang bisa disepakati semua instansi terkait.

Ramli mengungkapkan, adalah satu keanehan bila sejak tahun sebelumnya bahkan untuk distribusi tahun 2011, operator Petrokimia tidak mengalami hambatan kendati Permentan belum turun. Namun sistem PT Pusri yang sangat sulit bergerak dikarenakan SK, dinilainya sebagai sesuatu yang bertolak belakang. Mengapa kedua operator distribusi pupuk bersubsidi milik negara itu berbeda manajemen kelola. Padahal pemerintah pusat meletakkan harapan besar karena penyerapan pupuk berkorealsi terhadap peningkatan produktivitas pertanian rakyat. Hal ini perlu menjadi perhatian ekstra serius dari instansi terkait, pemerintah kab/kota di Sumut dan Komisi Pengawas Pendistribusian Pupuk. Dia pun menduga kuat telah terjadi aksi 'main mata' oknum tertentu sehingga instansi terkait terkesan kurang melakukan kordinasi.

Wakil rakyat asal Dapem Nias Induk, Nias Utara, Nias Selatan, Nias Barat dan Gunungsitoli ini mengharapkan, lambatnya Permentan turun jangan dijadikan polemik dan alasan untuk kemudian mengedepankan sifat 'membambu'. Kalau namanya pohon bambu, maka akan tetap tegak lurus walau dipotong atau dilemparkan sekalipun. Kita ini manusia, pejabat, maka lahirkanlah kebijakan mendukung dan berpihak pada kepentingan masyarakat, lanjutnya.

Saat ini, data statistik mencatat bahwa jumlah masyarakat petani di Sumut mencapai 70%. Dengan populasi sebesar itu, Biro Perekonomian Setdaprovsu, kepala daerah di Kab/Kota se-Sumut harus sadar peran secara fungsional dan struktural untuk selanjutnya memposisikan kelembagaan sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat memajukan pertanian di daerah. Pola mekanisme manajemen yang berbeda bukan berarti membiarkan pertanian rakyat terpuruk. Pasti ada jalan keluar. Harus dievaluasi, agar ada kebijakan supaya ekonomi petani berkembang, lanjut Ramli.

Menyinggung realisasi HET pupuk bersubsidi tahun 2011, Ramli meminta pemda se-Sumut, Petrokimia, Pusri dan pengecer memantau ketepatan harga di lapangan. Disamping itu, agar bersikap lebih terbuka menunjuk pihak ketiga sebagai penyalur sehingga HET tidak dipermainkan kelompok tertentu, melalui penimbunan dan sebagainya. Hal ini menjadi penting, supaya tidak menyusahkan petani atau memunculkan kesan monopoli oknum tertentu.

Pada sisi lain, peningkatan ekonomi kerakyatan berhubungan erat dengan produktivitas pertanian yang sektornya digerakkan hampir 70% petani. Dalam artian, hasil pertanian petani bakalan tiarap manakala pupuk bersubsidi banyak tak terserap sementara harga di pasaran tidak tepat.

Dimuat di:
Harian Bersama
Selasa, 4 Januari 2011