Rabu, 12 Juni 2013

Parah! ‘Nyaris’ tak Ada Pembangunan di Nias

liputanBISNIS (MEDAN) -Anggota DPRD Sumut Dapil (daerah pemilihan) VII Kepulauan Nias Ramli mengaku sangat prihatin melihat masyarakat di 51 desa dari 70 desa yang ada di Pulau-pulau Batu Kabupaten Nisel (Nias Selatan) belum menikmati listrik dari PT PLN (Perusahaan Listrik Negara), sehingga masyarakat tiap malam tetap bertemankan “gelap –gulita”.
“Kondisi di desa-desa di Pulau-pulau Batu sangat menyedihkan, disamping mereka belum menikmati listrik, walaupun sudah 68 tahun Indonesia merdeka. Masyarakat juga hidup dibawah garis kemiskinan, terbukti mayoritas rumah-rumah penduduk terbuat dari dinding papan dan beratap rumbia/tepas,” ujar Ramli kepada wartawan, Selas (11/6) di DPRD Sumut seusai melakukan kegiatan Reses di Kepulauan Nias.

Selain itu, tegas anggota Komisi D ini, jaringan komunikasi juga sangat terbatas, karena tidak ada berdiri tower seluler serta jarak tempuh ke pulau yang berpenduduk lebih kurang 35 ribu jiwa itu sangat jauh dari Kota Teluk Dalam. “Jika kita menggunakan jalur laut (kapal speed boad), menghabiskan waktu selama 3 jam,” tandasnya.

‘Nyaris’ tidak ada pembangunan. Seperti di Desa Bais Lama dan Bais Baru dan sejumlah desa lainnya, baik sebelum dan sesudah bencana gempa/tsunami belum ada bantuan apapun dari pemerintah. Selain itu, pemerataan pembangunan di Pulau-pulau Batu juga tidak ada, sehingga daerah itu benar-benar terisolir.

Masyarakat sangat mengharapkan perhatian Pempropsu. Padahal, ungkapnya, potensi yang dimiliki Pulau-pulau Batu cukup besar, selain kayu hutan juga ikan dari perairan pulau itu sangat menjanjikan, tapi selama ini sudah ‘dirampas’ kapal-kapal nelayan asing dengan menggunakan bom ikan. Kemudian hasilnya dibawa keluar secara illegal alias tanpa ada retribusi ke Pemkab Nisel.

“Aksi pengeboman ikan ini sudah berlangsung selama 40 tahun, tapi tetap berjalan aman dan lancar, tanpa ada tindakan aparat penegak hukum, sehingga akibat pengeboman tersebut telah menghancurkan terumbu karang dan efeknya kehidupan nelayan mencari ikan jadi terancam. Bisa dibayangkan, hampir setiap satu jam sekali terjadi bom ikan yang diduga dilakukan nelayan yang memiliki modal besar,” ujarnya.

Menurut anggota dewan dari Partai Demokrat ini, dari data yang ada, sudah 86 persen terumbu karang hancur terkena bom dan ratusan ton ikan dibawa ke luar Nias. Dikhawatirkan, aksi mendapatkan ikan secara mudah terus berlangsung, karena belum ada tindakan berarti dari aparat Kepolisian setempat.

“Informasinya, petugas Kepolisian di sana minim sekali, hanya 11 personel, belum lagi ketidakcukupan bahan bakar mengejar pelaku pemboman,” lanjutnya.

Membahayakan lagi, lanjut Ramil, pengeboman ikan sudah berlangsung selama 40 tahun diduga dilakukan para nelayan atas suruhan pengusaha ikan dari luar Nias. Bahan peledaknya disinyalir dikirim dari luar, tapi dirakit di Nias.

“Jika dibiarkan, bukan mustahil terjadi perang saudara, karena masyarakat sudah berencana akan melakukan perlawana, jika aksi pemboman terus berlangsung,”ujarnya Berkaitan dengan itu, Ramli mendesak aparat Kepolisian di Nias dan Kapoldasu, termasuk tokoh adat, jajaran eksekutif, legislatif untuk bertindak cepat menghentikan aksi pemboman ikan, guna mencegah rusaknya citra Pulau Pulau Batu yang pernah dijuluki “Pulau Dolar “ di tahun 1980-90-an.[winsa/LB/ucup]

Senin, 10 Juni 2013

Pulau Batu di Nias Layak Jadi Kabupaten

OLYMPUS DIGITAL CAMERAWilayah Pulau Batu yang merupakan bagian dari pulau nias, berada di bagian paling barat Provinsi Sumatera Utara ini dinilai DPRD Sumut layak dimekarkan menjadi sebuah kabupaten untuk mempercepat pembangunan di wilayah tersebut.
Ramli, Anggota DPRD sumatera-utara  mengatakan bahwa pihaknya sering menerima keluhan dari berbagai elemen masyarakat di Pulau Batu berpendapat bahwa daerah tersebut memiliki perkembangan yang sangat lamban.
Hingga saat ini daerah pulau batu ini masih tergabung dalam wilayah administrasi Kabupaten Nias Selatan, sehingga keberadaan wilayah yang cukup luas di Pulau Batu tersebut kurang mengalami perkembangan yang signifikan.
Jika dimekarkan sebagai sebuah kabupaten, pihaknya berkeyakinan kendali pemerintahan akan semakin dekat sehingga rencana pembangunan diperkirakan akan lebih cepat terealisasi.
Menurut dia, jika dikaji secara menyeluruh, harapan pembentukan Kabupaten Pulau Batu itu layak direalisasikan dan dapat memberikan manfaat besar.
Jika dilihat dari sumber daya alam, Pulau Batu memiliki potensi besar di sektor perikanan dan keluatan karena berada di pinggiran samudra luas.
Jika berdiri sendiri sebagai kabupaten, Pulau Batu dapat mendatangkan investor untuk mengembangkan potensi perikanan dan kelautan yang relatif sangat besar, katanya, Minggu 2 Juni 2013.
Perekonomian di Pulau Batu juga dapat dikembangkan untuk industri kopra disebabkan banyaknya tanaman kelapa di berbagai lokasi di daerah itu.
Lain lagi dengan berbagai sumber daya alam lainnya, termasuk sejumlah potensi hasil bumi yang belum dieksplorasi dan dikelola sebagai sumber pendapatan asli daerah (PAD).
“Informasinya, di daerah itu kandungan biji besi,” kata politikus Partai Demokrat tersebut.
Pihaknya juga berkeyakinan jika Pulau Batu juga dapat berkembang kalau berbagai potensi wisata dan keindahan pinggiran pantainya dikelola dengan baik.
“Kalau mau jujur, keindahan alamnya tidak kalah dengan Bali,” kata Ramli.
Ia mengatakan bahwa pemekaran Pulau Batu sebagai kabupaten tersendiri juga memberikan manfaat dalam memaksimalkan penjaga pulau terluar.
Pemekaran itu sudah layak dilakukan untuk daerah yang cukup luas dengan keberadaan enam kecamatan dan penduduk sekitar 13.000 jiwa tersebut.
“Kami menilai Pulau Batu sudah layak dimekarkan menjadi kabupaten tersendiri untuk memudahkan pembangunan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat,” katanya. (ss/kp)

Senin, 03 Juni 2013

Pulau Telo di Nias - Sumatera Utara Harus Jadi Kabupaten

MEDAN, MANDIRI
Anggota DPRD Sumatera Utara Daerah Pemilihan (Dapil) Nias, Ramli mengaku prihatin dengan kondisi Pulau Telo yang sama sekali tidak tersentuh pembangunan.
Padahal, kata Politisi Partai Demokrat ini, Pulau Telo  yang terletak diantara gugusan di Kepulauan Batu Kabupaten Nias Selatan ini memiliki
potensi untuk menjadi wilayah yang maju apabila menjadi satu kabupaten.
"Kita menilai Pulau Telo sudah layak terpisah dari Nias Selatan, agar keberadaanya menjadi maju dan masyarakat yang hidup di wilayah tersebut juga tidak terisolir dan terbelakang," kata Ramli, di Medan, akhir pekan kemarin.
Dalam rangka kegiatan reses DPRD Sumut kedaerah pemilihannya itu, Ramli mengatakan salah satu wilayah yang akan dikunjunginya adalah Pulau Telo.
Dia mengatakan, Pulau Telo merupakan wilayah yang memiliki tempat wisata unggulan. Mulai dari wisata bahari dan wisata alam. Selain itu potensi alamnya juga cukup banyak yang sekaligus menjadi mata pencaharian masyarakat di Pulau Telo, yakni hasil laut dan kopra.
Namun, kata Ramli meskipun Pulau Telo merupakan kawasan laut, sangat disayangkan justru Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di wilayah tersebut tidak berfungsi. Selain itu, justru kapal-kapal asing juga banyak yang masuk untuk mencuri ikan di wilayah tersebut tanpa bisa terkontrol.
Menurut Ramli, Pulau Telo merupakan wilayah yang sangat minim sentuhan pemerintah meskipun memiliki potensi yang cukup besar.
Bahkan kata dia, para Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bertugas di wilayah itu juga nyaris tidak memiliki kinerja meskipun mereka tetap dibiayai oleh negara.
"Kita minta agar Pemprov Nias segera mengusulkan  wilayah ini agar dimekarkan, untuk mempercepat laju perekonomian di wilayah tersebut," kata Ramli yang juga anggota Komisi D DPRD Sumut.
Ramli mengatakan, pemekaran Pulau Telo menjadi satu kabupaten sudah layak sesuai peraturan UU pemekaran karena telah memiliki enam kecamatan.
"Jika dilihat dari potensinya, Pulau Telo merupakan pulau terluar yang pantas jadi skala prioritas perhatian pemerintah pusat," ujarnya.
Dia juga mengaku heran dengan kondisi masyarakat Pulau Telo yang masih sangat terbelakang. Padahal, kata Ramli di wilayah pulau tersebut juga ada perusahaan HPH (Hak Pengelolaan Hutan). "Sehingga kita mensinyalir kemungkinan perusahaan tersebut tidak mengucurkan CSR untuk masyarakat di wilayah itu," ujarnya.
Selain itu, dia juga meminta agar jalur penerbangan di Bandara Lasondre Pulau-Pulau Batu wilayah Kepulauan Telo yang saat ini terhenti kembali dibuka untuk menggeliatkan laju pembangunan di wilayah itu.
Aktifitas perekonomian dan pemerintahan masyarakat di laut lepas itu agar tidak terisolir  sangat bergantung pada transportasi udara. Apalagi cuaca terkadang cukup buruk jika mengandalkan transportasi laut," kata Ramli.(ysc)

Sabtu, 01 Juni 2013

APBD Sumut TA 2013 Anggarkan Rp522,131 Miliar Bayar DBH DPRDSU Ingatkan Kabupaten/Kota Jangan “Takut” Tagih DBH











>> may, medan

Anggota FP Demokrat DPRD Sumut Ramli mengigatkan Kabupaten/Kota se-Sumut untuk tidak ragu-ragu apalagi “takut” menagih kucuran dana DBH (Dana Bagi Hasil) dari berbagai sektor pajak ke Pempropsu, karena dana tersebut merupakan hak bagi daerah yang harus disalurkan setiap tahunnya guna peningkatan pembangunan masyarakat.
“Kita meminta seluruh Kabupaten/Kota di Sumut untuk tidak segan-segan menagih dana DBH ke Pempropsu, yakni pajak berupa penerimaan PKB (Pajak Kendaraan Bermotor), BBN-KB (Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor), PBB-KB (Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor), ABT (Air Bawah Tanah)/APU (Air Permukaan Umum) dan lainnya, karena itu hak daerah, wajib diterima daerah,” ujar Ramli kepada wartawan, Senin (27/5) di DPRD Sumut.
Berdasarkan data yang diperoleh Ramli di APBD Sumut TA 2013, sedikitnya Rp522,131 miliar lebih dana DBH dari penerimaan PKB, BBN-KB, PBB-KB, ABT/APU, PKAA (Pajak Kendaraan di Atas Air), BBN-KAA (Balik Nama Kendaraan di Atas Air) telah dianggarkan untuk disalurkan ke 33 Kabupaten/Kota dan bagi daerah yang belum menerimanya, diharapkan segera menagihnya ke Pempropsu.
Adapun perinciannya,  tegas Ramli, untuk belanja bagi hasil PKB yang nilai totalnya sebesar Rp162.465.976.209 untuk 33 kabupaten/Kota ini, paling besar mendapat “jatah”, yakni Pemko Medan sebesar Rp64.052.848.441, menyusul Kabupaten Deliserdang Rp25.208.497.729, kemudian Tapteng (Tapanuli Tengah)  Rp9,578 miliar lebih, Labuhanbatu Rp9,035 miliar lebih, Langkat Rp4,001 miliar lebih dan paling kecil Kota Sibolga hanya Rp758,967 juta.
Selain itu, tambah anggota Komisi D ini, dana DBH  dari pajak BBN-KB nilai keseluruhan untuk 33 Kabupaten/Kota sebesar Rp170.784.914.291 dan yang paling besar memperoleh “jatah”, Pemko Medan sebesar Rp69,600 miliar lebih, menyusul Deliserdang Rp25,312 miliar lebih, Tapteng Rp9,155 miliar lebih, Labuhanbatu Rp8,080 miliar lebih dan yang terkecil memperolehnya Kabupaten Pakpak Bharat hanya Rp800,618 juta dan Kota Gunungsitoli sebesar Rp999,393 juta.   
Begitu juga dana DBH dari sektor PBB-KB yang nilai keseluruhannya sebesar Rp181,720 miliar lebih, tambah anggota dewan Dapil Kepulauan Nias itu, tetap Pemko Medan yang memperoleh jatah terbesar, yakni Rp56,577 miliar lebih, menyusul Kabupaten Deliserdang  Rp37,651 miliar lebih, Tapteng Rp10,444 miliar lebih, Labuhanbatu Rp9,193 miliar lebih dan yang terendah Kabupaten Nias Barat Rp403 juta lebih, Pakpak Bharat Rp600 juta lebih, Nias Selatan Rp929 juta lebih. “Sedangkan untuk DBH dari pajak APU yang nilai keseluruhannya mencapai Rp7,150 miliar lebih, Kabupaten Toba Samosir memperoleh jatah paling besar, yakni Rp1 miliar lebih, menyusul  Kabupaten Deliserdang Rp867 juta lebih, Tapteng Rp839 juta lebih, Simalungun Rp556 juta lebih, Pemko Medan Rp539 juta lebih, Asahan Rp460 juta lebih dan kabupaten yang terkecil memperoleh jatah, yakni Pemko Sibolga Rp9 juta lebih,” ujar Ramli.
Berkaitan dengan itu, politisi vocal ini mengajak seluruh Kabupaten/Kota se-Sumut untuk tetap bersemangat menagih jatah DBH-nya ke Pempropsu, sebab diduga masih banyak daerah yang belum menerima kucuran dana tersebut sejak tahun 2010 hingga 2013, sehingga besar harapan lembaga legislatif untuk secepatnya mempertanyakan hal ini ke Pempropsu. ***