Kamis, 31 Maret 2011

SK Menhut No. 44 Harus Direvisi

Anggota Pansus Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DPRD Sumut, Ramli menilai SK Menhut no. 44 tahun 2005 perlu segera direvisi karena menimbulkan masalah baru dan bertentangan dengan kebutuhan/kondisi daerah. Menurutnya, saat ini terlalu banyak batas-batas tanah yang statusnya jadi tidak jelas akibat keberadaan SK tersebut.

Dari hasil rapat kerja Pansus RTRW DPRD Sumut beberapa waktu lalu, batas-batas wilayah 4 daerah seperti Medan, Binjai, Deli Serdang dan Tanah Karo (Mebidangro) dipercakapkan secara serius. Dari pembicaraan tersebut, keluar rekomendasi Pansus untuk merevisi SK yang mengatur registrasi wilayah-wilayah ke dalam areal pemerintah. "Selain masalah batas wilayah, persoalan baru terkait penetapan sepihak wilayah jadi kawasan hutan lindung juga perlu diselesaikan. Sebab Pansus menerima laporan kalau saat ini banyak areal milik masyarakat dan pemerintah daerah di Sumut yang menghadapi ketidakpastian dikarenakan berstatus hutan lindung. Kita akan bekerjasama dengan Pemprovsu mengajukan revisi SK tersebut," ingatnya.

Pada sisi lain, Ramli juga menegaskan bahwa Pansus RTRW telah menggelar pertemuan dengan Asisten I Pemprovsu H. Silaen, BPN Sumut dan kepala beberapa SKPD untuk membahas berbagai masukan di seputar keberadaan SK Menhut. Artinya, upaya yang dilakukan Pansus adalah tahapan penting dalam rangka merevisi SK 44 yang memang nyata tidak sesuai dengan keadaan dan kebutuhan daerah.

Selama ini, lahan yang digarap dan diregister pemerintah melalui SK 44 hanya didasari hitungan angka-angka di atas kertas semata. Bersifat menduga-duga dan terkesan manipulasi data tanpa realitas survey untuk mengetahui sejarah lahan atau batas suatu areal. Bila kewenangan masing-masing pemerintah di pusat dan daerah tidak segera disinkronkan berdasarkan survey baku, Ramli yakin Perda tentang Tata Ruang Wilayah 2011-2031 tidak akan pernah menemukan acuan baku untuk perbaikan daerah di masa depan.

"SK 44 menjadi salah satu poin yang mengganggu tata ruang wilayah daerah. Makanya Pansus RTRW akan mengkaji kondisi 33 kab/kota di Sumut seperti cakupan Mebidangro di Berastagi kemarin," bebernya.

Ramli mengimbau semua unsur SKPD dan stakeholder agar tidak menyelesaikan revisi secara formalitas. Tetapi lebih kepada sesuatu yang sifatnya bersungguh-sungguh untuk melaksanakan percepatan pembangunan daerah berdasarkan faktor lapangan. Ramli mencontohkan, adalah sesuatu yang sangat strategis bila revisi yang akan dilakukan dapat lebih dulu mengedepankan evaluasi kepemilikan setiap tanah di suatu daerah, pengkajian sejarah kepemilikan serta verifikasi surat/dokumen pendukung. "Fakta lapangan yang muncul harus dijadikan kontribusi penting untuk pengaturan baku sesuai evaluasi. Sebab dari sanalah bisa dipatok batas kepemilikan wilayah. Pansus RTRW DPRD Sumut bertugas mencari/menggali berbagai masukan dari bupati, Ka BPN, SKPD, Bappeda, unsur pemerintah dan tokoh masyarakat kab/kota se-Sumut," urai Ramli.

Oleh sebab itu, Ramli meminta pihak-pihak terkait untuk jeli mempersiapkan revisi SK Menut no 44 tanpa memunculkan muatan tersembunyi yang justru merusak kepentingan yang lebih luas. Seandainya ada oknum-oknum yang ingin mengambil kesempatan dan berniat mengkondisikan kepentingan pribadi/kelompok, Ramli menyarankan agar segera menyingkir. Karena target Pansus RTRW dipastikannya bertujuan untuk memperjelas struktur tata ruang, ekses pemekaran wilayah hingga kondisi kekinian daerah.

Dijelaskannya, tugas Pansus RTRW diperkirakan sudah rampung pada bulan Oktober 2011. Sehingga Perda tentang TRW Sumut dibakukan menjadi acuan berpijak untuk 20 tahun ke depan.

Dimuat di:
Harian Bersama
30 Maret 2011

Rabu, 09 Maret 2011

Cemari Lingkungan, Cabut Izin PT SAS!

Anggota Fraksi Partai Demokrat DPRD Sumut, Ramli berharap agar PT Sari Ayuwinda Semesta (SAS) patuh dengan hukum, jika tidak patuh maka dicabut izinnya.

"PT SAS harus patuh dengan hakum, jika tidak maka diminta kepada instansi terkait agar mencabut izinnya," tegas Ramli kepada Poskota, Senin (7/2).

Hal ini dikatakan Ramli ketika diminta tanggapannya seputar limbah PT SAS yang diduga beracun dan mengandung kimia zat amoniak sehingga terindikasi dapat membahayakan masyarakat di sekitar perusahaan itu. Ia juga menegaskan tidak ada yang kebal hukum di Indonesia, sehingga dia berharap kepada pimpinan PT SAS harus mematuhi hukum.

Jika PT SAS memang benar membuang limbah itu serta izinnya tidak seusai dengan izin peruntukan perusahaan, maka diminta instansi terkait harus mencabut izinnya. Sebelumnya, seorang warga setempat yang enggan disebut namanya mengaku jika pihak perusahaan membuat limbah sembarangan ke parit pemukiman warga sehingga ada bau menyengat.

"Warga sudah sering protes, tapi tidak digubris oleh perusahaan," katanya.

Dimuat di:
Harian Poskota
8 Maret 2011