Kamis, 21 Oktober 2010

Satu Tahun Pemerintahan SBY

Baru-baru ini Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Arifin Siregar, S.Sos, MSP. mengeluarkan pernyataan bahwa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam kurun waktu 1 tahun kerja terkesan menampakkan sikap panik, gelagapan dan kalap dalam mengelola negara (dimuat di Harian Bersama, Oktober 2010).

Menanggapi hal tersebut, Anggota Fraksi Partai Demokrat DPRD Sumut, Ramli, membantah dengan tegas. Menurutnya, sah-sah saja bila orang menilai dengan ukuran pikiran masing-masing. Namun SBY, menurut Ramli, sudah melakukan yang maksimal dan terbaik bagi kepentingan rakyat dan negara. Sebagai figur nasional dan anak bangsa yang dipercaya memimpin ratusan juta orang, SBY kerap merumuskan berbagai kebijakan yang matang karena menyangkut kebutuhan rakyat. Bila ada yang terasa kurang, hal itu wajar karena negara ini sedang dalam proses perbaikan.

Persoalan penegakan hukum menjadi sesuatu yang menjadi prioritas bagi pemerintahan SBY. Opini negatif yang berkembang terkait ketidak pastian hukum dinilai Ramli keliru dan subjektif belaka. Sedangkan penilaian negatif seputar kinerja birokrasi juga terasa kurang proporsional. Jauh-jauh hari, SBY selalu mengingatkan PNS dan pejabat pemerintahan untuk memberikan pelayanan optimal terhadap masyarakat luas. "Manalah mungkin SBY mengurusi mental dan watak orang per orang di semua daerah. Kalau ada PNS/pejabat menyimpang dalam hal birokrasi, apakah SBY yang salah?" tepis Ramli dengan nada bertanya.

Menyinggung diplomasi pemerintah terhadap negara tetangga, Ramli juga menganggap pemerintahan SBY tidak penakut. Melainkan berfikir jernih dan menjauhkan negara dan rakyat dari hal-hal yang berujung pada aksi permusuhan. Dia meminta semua pihak harus mau jujur mengakui bahwa 1 tahun kerja Presiden SBY sudah cukup banyak hal-hal baik dan perubahan berarti di Indonesia.

Dimuat di:
Harian Bersama
20 Oktober 2010

Senin, 04 Oktober 2010

Gedung Mewah DPRD Sumut Tidak Nyaman

Harapan para anggota legislatif di DPRD Sumut yang semula menyambut baik dengan adanya pembangunan gedung baru sebagai tempat kerja bagi para pelaku penampung aspirasi masyarakat di lembaga ini, kini berubah pesimis dan mengarah pada kecaman atas apa yang mereka rasakan setelah beberapa minggu mendiami ruang kerja masing-masing di gedung baru yang menyerap dana dari APBD Sumatera Utara ratusan miliar rupiah ini.

Kalangan anggota dewan merasa kecolongan, sebab gedung mewah yang menghabiskan anggaran negara puluhan miliar itu tidak membawa kenyamanan bagi anggota dewan dalam melaksanakan tugasnya sebagai wakil rakyat. Sedangkan anggapan mereka selama ini dengan adanya gedung baru ini mereka akan merasa lebih nyaman dan dapat bekerja secara maksimal. Ternyata anggapan itu jauh dari harapan. Sebab ternyata ruang kerja para legislator ini tidak dilengkapi dengan alat sirkulasi udara, seperti yang diungkapkan oleh Ramli, salah seorang anggota DPRD Sumut di ruang Sidang Paripurna Gedung DPRD yang lama.

Kata politikus Partai Demokrat ini, dirinya sudah berulang kali mengkonfirmasikan kepada pihak Sekwan agar segera melakukan pemasangan alat sirkulasi udara, namun tidak pernah ditanggapi secara serius, karena sampai sekarang alat sirkulasi udara tersebut belum dipasang juga. Dijelaskan Ramli, bahwa ruang kerjanya di gedung yang baru saat ini dilengkapi AC tapi hanya ada satu pintu untuk keluar masuk ruangan, tidak ada jendelanya dan diapit dinding yang bersebelahan dengan ruang kerja anggota dewan yang lain.

Dengan kondisi ruangan seperti itu, terpaksa pintu ruangan kerja harus tetap terbuka agar terjadi sirkulasi udara. Kalau setiap kali kita harus buka pintu saat melaksanakan tugas hanya kerja untuk sirkulasi udara, kapan nlagi kita akan dapat bekerja maksimal, keluhnya.

Lebih lanjut, kata Ramli, dirinya berharap agar pihak Sekwan DPRD Sumut segera menyikapi masalah ini, demi terwujudnya kinerja para anggota dewan seperti yang diharapkan. Apabila hal ini dilama-lamakan, justru bisa berakibat fatal bagi kesehatan, bahkan dapat mengakibatkan kematian.

Oktober 2010